Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rasulillah  wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma'in.
Waktu muda, kata sebagian  orang adalah waktu untuk hidup foya-foya, masa untuk bersenang-senang.  Sebagian mereka mengatakan, “Kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya  raya, dan mati masuk surga.” Inilah guyonan sebagian pemuda.  Bagaimana mungkin waktu muda foya-foya, tanpa amalan sholeh, lalu mati  bisa masuk surga[?] Sungguh hal ini dapat kita katakan sangatlah  mustahil. Untuk masuk surga pastilah ada sebab dan tidak mungkin hanya  dengan foya-foya seperti itu. Semoga melalui risalah ini dapat membuat  para pemuda sadar, sehingga mereka dapat memanfaatkan waktu mudanya  dengan sebaik-baiknya. Hanya pada Allah-lah tempat kami bersandar dan  berserah diri. 
Wahai Pemuda, Hidup Di Dunia Hanyalah Sementara
Rasulullah  shallallahu alaihi wa sallam pernah menasehati seorang sahabat yang  tatkala itu berusia muda (berumur sekitar 12 tahun) yaitu Ibnu Umar  radhiyallahu ‘anhuma. (Syarh Al Arba’in An Nawawiyah Syaikh Sholeh Alu  Syaikh, 294). Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang pundaknya  lalu bersabda, “Hiduplah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai  orang asing atau pengembara.”  (HR. Bukhari no. 6416)
Lihatlah  nasehat yang sangat bagus sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa  sallam kepada sahabat yang masih berusia belia. Ath Thibiy mengatakan,  “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan orang yang hidup di  dunia ini dengan orang asing (al ghorib) yang tidak memiliki tempat  berbaring dan tempat tinggal. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa  sallam mengatakan lebih lagi yaitu memisalkan dengan pengembara. Orang  asing dapat tinggal di negeri asing. Hal ini berbeda dengan seorang  pengembara yang bermaksud menuju negeri yang jauh, di kanan kirinya  terdapat lembah-lembah, akan ditemui tempat yang membinasakan, dia akan  melewati padang pasir yang menyengsarakan dan juga terdapat perampok.  Orang seperti ini tidaklah tinggal kecuali hanya sebentar sekali,  sekejap mata.” (Dinukil dari Fathul Bariy, 18/224)
Negeri asing  dan tempat pengembaraan yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah dunia  dan negeri tujuannya adalah akhirat. Jadi, hadits ini mengingatkan kita  dengan kematian sehingga kita jangan berpanjang angan-angan. Hadits ini  juga mengingatkan kita supaya mempersiapkan diri untuk negeri akhirat  dengan amal sholeh. (Lihat Fathul Qowil Matin)
‘Ali bin Abi Tholib  radhiyallahu ‘anhu juga memberi petuah kepada kita, “Dunia itu akan  pergi menjauh. Sedangkan akhirat akan mendekat. Dunia dan akhirat  tesebut memiliki anak. Jadilah anak-anak akhirat dan janganlah kalian  menjadi anak dunia. Hari ini (di dunia) adalah hari beramal dan bukanlah  hari perhitungan (hisab), sedangkan besok (di akhirat) adalah hari  perhitungan (hisab) dan bukanlah hari beramal.” (HR. Bukhari secara  mu’allaq –tanpa sanad-)
Manfaatkanlah  Waktu Muda, Sebelum Datang Waktu Tuamu
Lakukanlah  lima hal sebelum terwujud lima hal yang lain. Dari Ibnu ‘Abbas,  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manfaatkan lima  perkara sebelum lima perkara :
[1] Waktu mudamu sebelum  datang waktu tuamu,
[2] Waktu sehatmu sebelum datang  waktu sakitmu,
[3] Masa kayamu sebelum datang masa  kefakiranmu,
[4] Masa luangmu sebelum datang masa  sibukmu,
[5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.”  (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam  At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan  shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir)
Waktu  mudamu sebelum datang waktu tuamu, maksudnya: “Lakukanlah ketaatan  ketika dalam kondisi kuat untuk beramal (yaitu di waktu muda), sebelum  datang masa tua renta.” Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,  maksudnya: “Beramallah di waktu sehat, sebelum datang waktu yang  menghalangi untuk beramal seperti di waktu sakit.” Masa luangmu  sebelum datang masa sibukmu, maksudnya: “Manfaatklah kesempatan  (waktu luangmu) di dunia ini sebelum datang waktu sibukmu di akhirat  nanti. Dan awal kehidupan akhirat adalah di alam kubur.” Masa kayamu  sebelum datang masa kefakiranmu, maksudnya: ”Bersedekahlah dengan  kelebihan hartamu sebelum datang bencana yang dapat merusak harta  tersebut, sehingga akhirnya engkau menjadi fakir di dunia maupun  akhirat.” Hidupmu sebelum datang kematianmu, maksudnya:  “Lakukanlah sesuatu yang manfaat untuk kehidupan sesudah matimu, karena  siapa pun yang mati, maka akan terputus amalannya.”
Al Munawi  mengatakan, “Lima hal ini  (waktu muda, masa sehat masa luang, masa kaya dan waktu ketika hidup)  barulah seseorang betul-betul mengetahui nilainya setelah kelima hal  tersebut hilang.” (At Taisir Bi Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 1/356)
Benarlah  kata Al Munawi. Seseorang baru ingat kalau dia diberi nikmat sehat,  ketika dia merasakan sakit. Dia baru ingat diberi kekayaan, setelah  jatuh miskin. Dan dia baru ingat memiliki waktu semangat untuk beramal  di masa muda, setelah dia nanti berada di usia senja yang sulit beramal.  Penyesalan tidak ada gunanya jika seseorang hanya melewati masa  tersebut dengan sia-sia.
Orang  yang Beramal Di Waktu Muda Akan Bermanfaat Untuk Waktu Tuanya
Dalam  surat At Tiin, Allah telah bersumpah dengan tiga tempat diutusnya para  Nabi ‘Ulul Azmi yaitu [1] Baitul Maqdis yang terdapat buah tin dan  zaitun –tempat diutusnya Nabi ‘Isa ‘alaihis salam-, [2] Bukit Sinai  yaitu tempat Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa ‘alaihis salam,  [3] Negeri Mekah yang aman, tempat diutus Nabi kita Muhammad shallallahu  ‘alaihi wa sallam.
Setelah bersumpah dengan tiga tempat tersebut,  Allah Ta’ala pun berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami telah  menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami  kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang  yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang  tiada putus-putusnya.” (QS. At Tiin [95] : 4-6)
Maksud ayat “Sesungguhnya  Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”  ada empat pendapat. Di antara pendapat tersebut adalah “Kami telah  menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya sebagaimana di waktu muda  yaitu masa kuat dan semangat untuk beramal.” Pendapat ini dipilh  oleh ‘Ikrimah. “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang  serendah-rendahnya”. Menurut Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, Ibrahim dan  Qotadah, juga Adh Dhohak, yang dimaksudkan dengan bagian ayat ini adalah  “dikembalikan ke masa tua renta setelah berada di usia muda, atau  dikembalikan di masa-masa tidak semangat untuk beramal setelah  sebelumnya berada di masa semangat untuk beramal”. Masa tua adalah  masa tidak semangat untuk beramal. Seseorang akan melewati masa kecil,  masa muda, dan masa tua. Masa kecil dan masa tua adalah masa sulit untuk  beramal, berbeda dengan masa muda.
An Nakho’i mengatakan, “Jika  seorang mukmin berada di usia senja dan pada saat itu sangat sulit untuk  beramal, maka akan dicatat untuknya pahala sebagaimana amal yang dulu  dilakukan pada saat muda. Inilah yang dimaksudkan dengan firman Allah  (yang artinya): bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”
Ibnu  Qutaibah mengatakan, “Makna firman Allah (yang artinya), “Kecuali  orang-orang yang beriman” adalah kecuali orang-orang yang beriman di  waktu mudanya, di saat kondisi fit (semangat) untuk beramal, maka mereka  di waktu tuanya nanti tidaklah berkurang amalan mereka, walaupun mereka  tidak mampu melakukan amalan ketaatan di saat usia senja. Karena Allah  Ta’ala Maha Mengetahui, seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal  sebagaimana waktu mudanya, mereka tidak akan berhenti untuk beramal  kebaikan. Maka orang yang gemar beramal di waktu mudanya, (di saat tua  renta), dia akan diberi ganjaran sebagaimana di waktu mudanya.” (Lihat  Zaadul Maysir, 9/172-174)
Jika  engkau masih berada di usia muda, maka janganlah katakan: jika berusia  tua, baru aku akan beramal.
Daud Ath Tho’i mengatakan,  "Sesungguhnya malam dan siang adalah tempat persinggahan manusia sampai  dia berada pada akhir perjalanannya. Jika engkau mampu menyediakan  bekal di setiap tempat persinggahanmu, maka lakukanlah. Berakhirnya  safar boleh jadi dalam waktu dekat. Namun, perkara akhirat lebih segera  daripada itu. Persiapkanlah perjalananmu (menuju negeri akhirat). Lakukanlah apa yang ingin kau  lakukan. Tetapi ingat, kematian itu datangnya tiba-tiba". (Kam  Madho Min ‘Umrika?, Syaikh Abdurrahman As Suhaim)
Semoga maksud  kami dalam tulisan ini sama dengan perkataan Nabi Syu’aib, “Aku  tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih  berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan  (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya  kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Hud [11] : 88)
Semoga Allah  memperbaiki keadaan segenap pemuda yang membaca risalah ini. Semoga  Allah memberi taufik dan hidayah kepada mereka ke jalan yang lurus.  Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu  ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala wa alihi wa shohbihi wa sallam. 
***

0 komentar:
Posting Komentar
koment :