“Bagaimana  tidak keterlaluan anak saya ini pak ?! Saya sudah  menyekolahkan dia ke luar negeri dan semua fasilitas sudah saya sediakan,  tapi…apa nyatanya ? Saya tidak minta ke dia yang muluk-muluk, harapan  saya supaya ia bisa sukses, berhasil menjadi orang yang terpandang.  Namun semua harapan itu lenyap kalo melihat dia seperti sekarang ini.  Sia-sia saya mengirim dia ke Luar negeri sejak kecil.”
Cuplikan kasus diatas adalah sebagian kecil keluhan selama 2 jam,   seorang ibu yang menterapikan anaknya ke tempat saya. Ini adalah  fenomena umum yang sering terjadi dalam sebuah keluarga yang terapi ke  tempat kami dan jumlahnya sudah ratusan.
Seringkali banyak orangtua menaruh harapan yang tinggi pada anak  mereka tanpa melibatkan anak itu sendiri. Dengan bungkusan alasan “Kan’  semua demi masa depan anak, demi kesuksesan anak.” 
Apakah benar demi anak ?
Apa bukan memenuhi ego kita ?
Padahal makna sukses bagi setiap orang berbeda-beda, tak terkecuali  anak kita. 
Masalah kebanyakan orangtua adalah selalu merasa lebih tahu  mengenai  yang terbaik untuk anak kita daripada anak itu sendiri. Dengan dalih,  kita lebih berpengalaman karena usia kita lebih tua dibandingkan anak  kita yang umurnya masih bisa dihitung dengan jari tangan dan kaki.
Kita lupa, setiap manusia diciptakan unik. Kita masing-masing  memiliki kelebihan,  kekurangan  dan potensi sendiri. Pengalaman adalah  guru, itu benar tapi tidak semua pengalaman kita cocok dengan kondisi  anak kita. Pengalaman tidak selalu menjadi guru yang terbaik.
Pada kasus di atas, saat kami ngobrol di dalam ruang terapi, Roy (  bukan nama sebenarnya ) justru ia merasa hal yang berbeda dengan  pemikiran orangtuanya.
Saat ia dikirim ke Singapura, justru ia mengalami TEKANAN HIDUP  yang  LUAR BIASA !!! Roy sebenarnya tidak siap dilepas untuk hidup mandiri  tanpa orangtua. Setiap hari ia menangis namun orangtuanya selalu hanya  memberi nasihat dan mendorong ia untuk tetap bertahan. Orangtuanya  berdalih bahwa hal itu hanya sementara, nanti toh akan terbiasa (inilah  nasihat klasik yang sering orangtua lontarkan saat mereka ingin agar  anaknya bisa memenuhi harapannya.)
Yang terjadi kemudian, Roy diusianya ke 18 ditarik pulang dengan  kondisi sudah hancur mentalnya. Orangtuanya masih beranggapan bahwa Roy  menjadi seperti ini karena kesalahannya sendiri.
Apakah masalahnya selesai saat Roy ditarik pulang ??? TIDAK !!!
Masalah menjadi lebih parah, karena kemudian ia terlibat penggunaan obat penenang sampai akhirnya harus masuk program rehabilitasi.
Masalah menjadi lebih parah, karena kemudian ia terlibat penggunaan obat penenang sampai akhirnya harus masuk program rehabilitasi.
Inikah yang dinamakan MENYAYANGI DAN MEMPERHATIKAN ANAK ??? Kalau  seperti ini, mungkin lebih baik tidak menyayangi dan memperhatikan anak.  Lho kenapa ? Anda penasaran ?
Mari kita mencermati kalimat “Saya menyayangi dan memperhatikan  anakku”. 
Siapa yang menjadi subjek atau fokus utama dalam kalimat itu ? Ya,   saya. Saya sebagai orangtua. Sedangkan anak hanyalah sebagai objek atau  penerima dari rasa sayang dan perhatian itu. Kata “Menyayangi dan  Memperhatikan“ lebih mengandung makna sesungguhnya demi kepentingan  kita. Jadi kita perlu berhati-hati karena ada kemungkinan cara/gaya kita  mencintai anak kita tidak sesuai dengan kebutuhan anak kita.   
Padahal keinginan kita yang sesungguhnya adalah membuat anak merasa  disayangi dan diperhatikan bukan ? 
Jadi kalimat yang lebih tepat adalah “ Anak-anak perlu MERASA  DISAYANGI DAN DIPERHATIKAN oleh kita, orangtua“ . 
Di sini anak-anak adalah subyeknya. Jadi menyayangi dan memperhatikan  anak dapat menyebabkan kita terjebak pada keinginan kita untuk  mencurahkan kasih sayang itu tapi tidak memperhatikan apakah curahan  kasih itu telah tepat guna atau belum. Apalah guna kita menyayangi anak  tapi ia tidak merasa disayang . Jadi yang terpenting adalah bagaimana  membuat anak itu merasa disayangi oleh kita.  
 Selama ini kebanyakan orangtua mengatakan hal sebagai berikut,  “Pokoknya, saya sudah merasa menyayangi dan memperhatikan, tidak peduli  mereka merasa atau tidak “, sama artinya kita memposisikan anak kita  sebagai obyek ego kita,  bukan sebagai seseorang yang penting yang perlu  kita cari tahu cara untuk membuat dia merasa disayang. 
Karena itulah, kenapa banyak orangtua mengeluh,”Kenapa ya ? Anak saya  merasa bahwa saya belum menyayangi mereka dengan optimal ?”. Demikian  pula anak-anak juga mengeluhkan orangtuanya bahwa mereka tidak merasa  telah disayangi oleh orangtua mereka. 
Jika kita mampu menjadikan anak kita sebagai subjek (fokus utama)  yang perlu disayangi maka kita akan mencari tahu cara-cara dan hal-hal  yang dapat membuat ia merasa dicintai dan diperhatikan. Jika kita merasa  bahwa kita telah menyayangi dan memperhatikan anak ada kemungkinan kita  mencintai dan menyayangi anak dengan cara/gaya kita (yang belum tentu  cocok dengan gaya anak kita). 
Dengan kata lain anak hanyalah sebagai pihak objek/pasif yang  menerima curahan kasih sayang. Karena siapa sih yang mau jadi obyek ?  Dulu, kita adalah obyek binaan orangtua, orangtua kita adalah obyek  binaan kakek / nenek kita dan seterusnya dan seterusnya. Kita sekarang  tanpa sadar melakukannya pada anak-anak kita ( pembalasan nih ye ! ),  betul ?
Menjadi objek sama seperti sebuah boneka yang selalu mendapatkan  curahan kasih sayang dari pemiliknya. Boneka itu selalu dibawa  kemana-mana, dimandiin, diberi baju, diajak main. Tapi apakah itu  kebutuhan dari si boneka ? Apakah boneka merasa bahagia ? Jika si  pemilik proaktif dan si boneka dapat bicara maka si pemilik perlu  memperlakukan si boneka sebagai subjek dengan memperhatikan atau  menanyakan hal-hal yang dapat membuat boneka itu bahagia.  
Jadi mana yang lebih penting, mencintai /memperhatikan anak atau anak  merasa dicintai dan diperhatikan oleh kita ?
Tentunya dicintai dan diperhatikan oleh kita. Mari kita telusuri  kembali pemahaman dan tujuan kita membangun keluarga, untuk mencapai  kebahagian bukan ?. Kebahagiaan bisa tercipta ketika ada cinta dan  perhatian. 
Berikut ini adalah tips instan untuk mengetahui apakah anda sudah  mencintai dan menyayangi anak anda. 
Tanyakanlah kepada buah hati anda pertanyaan berikut ini,  pertama,”Apakah ia sudah merasa dicintai dan disayangi oleh Anda”.
Kedua, “Kapan saat kamu merasa sangat disayang dan dicintai oleh ibu dan ayah”. Atau “Apa yang perlu kami lakukan agar kamu merasa dicintai dan disayangi oleh ibu dan ayah ?”.
Kedua, “Kapan saat kamu merasa sangat disayang dan dicintai oleh ibu dan ayah”. Atau “Apa yang perlu kami lakukan agar kamu merasa dicintai dan disayangi oleh ibu dan ayah ?”.
Cara lain yang dapat membantu Anda untuk membuat anak merasa disayang  dan dicintai adalah BELAJAR mengenai pengasuhan !. Anda dapat belajar  pengasuhan melalui program-program yang telah dirancang dengan cermat  oleh Tim Sekolah Orangtua untuk membantu orangtua menjalin kedekatan  emosi dengan anak-anak mereka. Salah satu program yang dapat diikuti  adalah Super Family Class dan Super Parenting. Namun jika anda memiliki  keterbatasan waktu maka Sekolah Orangtua juga menyediakan sarana  pembelajaran yang dapat bapak dan ibu pelajari dari rumah. Khusus untuk  membantu menjalin kedekatan emosi dengan anak, terdapat CD audio  teknik berkomunikasi dengan anak. Silahkan memilih program  ataupun produk sekolah orangtua yang paling cocok dengan gaya anda. 
( Family Hypnotherapist & Certified Trainer Sekolah Orangtua )

0 komentar:
Posting Komentar
koment :