 Setiap orang menginginkan keselamatan di dunia, maupun di akhirat.  Oleh karena itu, masing-masing orang mencari sebab untuk mendatangkan  keselamatan dan kebahagiaan bagi dirinya.
Setiap orang menginginkan keselamatan di dunia, maupun di akhirat.  Oleh karena itu, masing-masing orang mencari sebab untuk mendatangkan  keselamatan dan kebahagiaan bagi dirinya.Realita seperti ini banyak kita temukan di lapangan kehidupan.  Lihatlah sebagian orang menggunakan "batu bertuah",  "keris sakti", "Sabuk Bertuah", "Permata Pelaris  Dagangan", "Rompi Penarik Hati", "Kopiah Penolak Bala",  "Permata Pelaris Bisnis", "Tanduk Kucing Penyebab  Kekebalan", "Tanduk Babi", "Rotan Pembawa Rejeki", dan  lainnya. Semua barang-barang ini diyakini oleh sebagian orang jahil  sebagian penyebab tertolaknya bala’ (petaka), dan penyebab  datangnya kebahagiaan berupa rejeki, kesehatan, jodoh, dan lainnya. Ini  adalah keyakinan jahiliah yang telah dihapus oleh Allah dengan  kedatangan Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam- membawa  Islam yang menghapus segala bentuk paganisme, dan penyembahan kepada  selain Allah beserta sebab-sebabnya. [Lihat Al-Qoul As-Sadid  (hal. 46)] 
 Allah -Ta’ala- berfirman, 
"Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu  seru selain Allah. Jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku,  apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau  jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan  rahmat-Nya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". Kepada-Nyalah  bertawakkal orang-orang yang berserah diri".(QS. Az-Zumar :  38). 
 Syaikh Ibnu Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah-  berkata, "Syahid (dalil penguat) dari ayat ini bahwa  berhala-berhala ini tidak mampu memberikan manfaat bagi  penyembah-penyembahnya, baik dalam mendatangkan manfaat maupun menolak  bala’. Berhala-berhala itu bukanlah sebab bagi hal itu. Maka  dianalogikan (disamakan) dengan berhala-berhala itu segala sesuatu yang  bukan merupakan sebab syar’iy, atau qodariy (yang ditetapkan berdasarkan  taqdir). Jadi, menjadikan hal-hal itu sebagai sebab, dianggap sebagai  bentuk kesyirikian kepada Allah". [Lihat Al-Qoul  Al-Mufid (1/168)] 
Jadi, tali, bebatuan, permata, keris jika semuanya dijadikan sebagai  sebab yang mendatangkan kebahagian dan penolak bala’, maka semua  barang-barang itu bukanlah sebab-sebab yang dibenarkan dalam agama kita.  Bahkan itu merupakan kesyirikan kepada Allah; diharamkan dalam agama  kita!! Benda-benda itu tidak dapat mendatangkan kebahagiaan atau menolak  bala’ menurut pandangan syari’at. Jika ditinjau berdasarkan taqdir  (ketentuan) Allah, maka benda-benda itu tidaklah menjadi sebab datangnya  kebahagiaan dan tertolaknya bala’. 
Burhanuddin Ibrahim bin Umar Al-Biqo’iy -rahimahullah-  berkata saat menafsirkan ayat di atas, "Tatkala telah dimaklumi  bahwa mereka (orang-orang kafir) terdiam dari pertanyaan ini, sebab  mereka mengetahui adanya keharusan kontradiksi saat mereka menjawab  dengan kebatilan. Diantara kebatilan agama mereka, mereka menjawab  dengan kebenaran". [Lihat Nazhm Ad-Duror fi Tanaasub  Al-Ayat wa As-Suwar (7/258)] 
Perhatikanlah, ketika orang-orang kafir ditanya, apakah  sembahan-sembahan mereka dapat mendatangkan mudhorot (bala’), dan  menghalangi rahmat dan kebaikan Allah, maka mereka mengakui bahwa  sembahan-sembahan mereka tak dapat melakukan hal itu!! Ini pernyataan  dan penegasan orang-orang kafir. Tragisnya di zaman ini ada sebagian  orang yang mengaku "muslim", tapi mereka  mengakui bahwa ada benda atau makhluk yang mampu mendatangkan rejeki  atau menolak bala’. Padahal semua itu telah dilarang dan dingkari oleh  Allah. 
Para pembaca yang budiman, ketika kita mengingkari orang yang  meyakini bahwa ada yang mampu mendatangkan manfaat dan kebahagiaan atau  menolak bala’ dari selain Allah, maka sebagian orang jahil menyangkal  seraya berkata, "Kami tidak meyakini bahwa benda-benda ini dapat  mendatangkan manfaat atau menolak bala’!! Kami hanya meyakini bahwa  benda-benda ini hanya menjadi sebab yang mendatangkan manfaat dan  menolak bala’, karena hanya Allah yang mampu melakukan hal itu".
Ketahuilah bahwa ini hanyalah bualan mereka. Mereka hanya ingin  menipu kaum awam yang tak memahami agamanya dengan baik. Untuk menjawab  bualan dan syubhat (kerancuan) mereka ini, maka silakan anda dengarkan  penjelasan Syaikh Ibn Nashir As-Sa’diy -rahimahullah-  saat beliau berkata, "Wajib bagi seorang hamba untuk mengenal tiga  perkara tentang MASALAH SEBAB. Pertama, seorang hamba  tidak menjadikan diantara sebab-sebab itu sebagai suatu SEBAB, kecuali  yang telah nyata bahwa ia adalah sebab menurut syari’at dan taqdir  (ketetapan Allah). Kedua, seorang hamba tidak bersandar  kepada sebab-sebab itu, bahkan ia hanya bersandar kepada Yang  Mengadakan dan Menetapkan sebab (yakni, Allah). Di samping itu, ia tetap  melakukan sesuatu yang disyari’atkan diantara sebab-sebab itu, dan  bersemangat terhadap sebab yang bermanfaat. Ketiga,  seorang hamba mengetahui bahwa sebab-sebab itu bagaimana pun besar dan  kuatnya, tapi sebab-sebab itu tergantung kepada ketentuan Allah, dan  taqdir-Nya; tak akan keluar dari ketentuan-Nya". [Lihat  Al-Qoul As-Sadid Syarh Kitab At-Tauhid (hal. 43-44)] 
Jadi, barangsiapa menggunakan benda-benda yang dikeramatkan baik  berupa batu, atau tali, dan lainnya dengan maksud untuk menghilangkan  bala’ setelah terjadinya, atau untuk menolak bala’ sebelum terjadinya,  maka sungguh ia telah berbuat syirik (mempersekutukan Allah dengan  makhluk). Sebab jika ia meyakini bahwa benda-benda itulah yang menolak  dan menghilangkan bala’, maka ini adalah syirik akbar (besar), yaitu  syirik dalam sifat rububiyyah, karena ia telah meyakini adanya  sekutu bagi Allah dalam hal penciptaan dan pengaturan makhluk; juga  syirik dalam uluhiyyah (peribadahan), sebab ia telah  menghambakan diri kepada benda-benda itu, serta menggantungkan hatinya  pada benda-benda itu karena mengharapkan manfaat dan kebaikannya. 
Jika seorang hamba meyakini bahwa Allah-lah yang Memberi manfaat dan  menolak bala’, tapi seseorang masih meyakni bahwa benda-benda yang  dikeramatkan tersebut adalah sebab yang ia menolak  bala’ dengannya, maka sungguh ia telah menjadikan sesuatu yang bukanlah  sebab yang disyari’atkan dan tidak pula ditaqdirkan oleh Allah sebagai  suatu sebab. Ini adalah perbuatan yang diharamkan dan bentuk kedustaan  atas nama syari’at dan taqdir. Menjadikan benda-benda yang dikeramatkan  sebagai suatu sebab dalam menolak bala’ atau mendatangkan rejeki dan  kebahagiaan merupakan perkara yang diharamkan dalam agama kita. Oleh  karenanya, Uqbah bin Amir -radhiyallahu anhu- berkata, 
 أَنَّ  رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْبَلَ إِلَيْهِ  رَهْطٌ فَبَايَعَ تِسْعَةً وَأَمْسَكَ عَنْ وَاحِدٍ فَقَالُوا يَا رَسُولَ  اللَّهِ بَايَعْتَ تِسْعَةً وَتَرَكْتَ هَذَا قَالَ إِنَّ عَلَيْهِ  تَمِيمَةً فَأَدْخَلَ يَدَهُ فَقَطَعَهَا فَبَايَعَهُ وَقَالَ مَنْ عَلَّقَ  تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ 
 "Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah didatangi oleh  oleh suatu rombongan. Beliau membai’at sembilan orang, dan enggan  membai’at satu orang. Mereka pun berkata, "Wahai Rasulullah, engkau  telah membai’at sembilan orang, dan meninggalkan satu orang". Beliau  bersabda, "Pada dirinya ada jimat". Kemudian beliau memasukkan tangannya  dan memutuskan jimat itu. Lalu membai’atnya seraya berkata,  "Barangsiapa yang menggantung jimat, maka sungguh ia telah berbuat  syirik". [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/156),  Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (4/219), dan  Al-Harits Ibn Abi Usamah dalam Musnad-nya.  Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah  (492)] 
Menjadikan jimat sebagai sebab dalam menolak bala’ atau mendatangkan  manfaat (kebahagiaan) merupakan perbuatan yang diharamkan dalam agama  kita sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah -Shallallahu alaihi  wa sallam- dalam hadits di atas. 
Selain itu, jimat atau benda yang dikeramatkan lainnya, jika  ditinjau berdasarkan taqdir (ketetapan Allah), maka ia bukanlah  sebab yang menolak bala’ dan mendatangkan manfaat berupa kesembuhan dan  kebahagiaan, sebab menurut tajribah (pengalaman dan  eksperimen), jimat tidaklah mendatangkan kesembuhan dan menolak  marabahaya; jimat atau keris yang dikeramatkan hanyalah benda mati yang  tidak bisa berbicara atau bergerak, apalagi mau menolong orang. Inilah  yang dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya, 
"Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada  mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari korma. Jika kamu menyeru  mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar,  mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan dihari kiamat mereka  akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberi  keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh yang Maha Mengetahui  (Allah)".(QS. Faathir : 13-14) 
Seorang muslim tidak boleh mengharap berkah, rahmat, dan manfaat  dari makhluk , sebab makhluk-makhluk itu tak memiliki daya dan upaya,  tidak bisa mendengar, dan tidak pula melihat. Kalaupun bisa, maka ia tak  mampu memenuhi permintaan kita. 
Di zaman ini kita amat heran dengan adanya sekelompok orang-orang  jahil yang mengharapkan hal-hal itu dari makhluk lemah. Kalian akan  heran melihat ada diantara mereka yang mendatangi kuburan para "wali"  untuk mengharap kebaikan dan berkah dari mereka. Kalian akan melihat  keanehan saat mendengar ada sebagian orang yang memandikan keris,  mengolesinya dengan parfum, dan menyimpannya di tempat yang mulia  sebagaimana ia menempatkan Al-Qur’an. Semua ini mereka lakukan karena  mengharapkan berkah, kebaikan dan manfaat dari keris itu. Ini  adalah bentuk paganisme yang diharamkan oleh Allah -Azza wa  Jalla- dan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-.
Kalian akan melihat keajaiban dunia yang menakjubkan saat anda  menyaksikan sebagian kaum awam mengikuti Kiyai Slamet  (seekor kerbau yang dikeramatkan di Solo). Mereka bergerombol dan  berdesakan mengikuti kerbau yang hina itu demi ngalap (mencari) berkah  darinya. Gilanya lagi, sebagian mereka berebutan memungut tahi (kotoran)  dari kerbau hina itu. Alangkah celakanya mereka!!! 
Anda akan terheran ketika mendengar dan menyaksikan orang-orang  bodoh menyiksa diri ketika antri menunggu giliran di depan tempat  tinggal PONARI demi mengharapkan berkah dan kesembuhan  dari "batu ajaib" milik PONARI. Demi Allah, semua ini  adalah bentuk PAGANISME alias BERHALAISME  yang sangat diharamkan dalam agama kita!!! Sebab tak sesuatu pun dari  selain Allah yang mampu memberikan manfaat dan menolak bala’ dari  makhluk lain. Semua makhluk tidak memiliki daya dan upaya di sisi Allah.  Minta dan berharaplah dari Allah -Azza wa Jalla-; jangan mengharap dari  makhluk, apalagi benda mati. 
 Allah -Ta’ala- berfirman, 
"Ibrahim berkata: Maka mengapakah kalian menyembah selain Allah  sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula)  memberi mudharat kepada kalian?" Ah (celakalah) kalian dan apa yang  kalian sembah selain Allah. Maka apakah kalian tidak memahami?"   (QS. Al-Anbiyaa: 66-67) 
Ayat ini membatalkan semua bentuk kemusyrikan; orang-orang musyrikin  mengharapkan sesuatu dari selain Allah dan takut kepadanya, karena  mereka meyakini bahwa makhluk-makhluk yang mereka sembah mampu  mendatangkan kebaikan, dan menolak bala’. Jadi, seorang mengharap berkah  dari selain Allah juga merupakan kemusyrikan yang telah dibatalkan oleh  ayat di atas. 
Syaikh Sholih Ibn Abdil Aziz -hafizhohullah-  berkata usai menjelaskan makna dan jenis-jenis tabarruk  (ngalap berkah) yang pernah dilakukan oleh kaum musyrikin Quraisy, "Tabarruk  (ngalap berkah) yang beragam ini seluruhnya merupakan tabarruk syirik".  [Lihat At-Tamhid li Syarh Kitab At-Tauhid (hal.  127) 
Terakhir kami nasihatkan kepada kaum muslimin agar membersihkan  aqidah (keyakinan)nya dari meyakini adanya benda-benda yang dikeramatkan  sebagai pembawa kebaikan dan penolak bala’. Jauhilah keyakinan batil  ini, niscaya kalian akan selamat, insya Allah.
Sumber : Buletin Jum’at At-Tauhid edisi 117 Tahun III. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)
0 komentar:
Posting Komentar
koment :