Segala puji hanyalah milik Allah, yang  memuliakan orang-orang yang taat kepada-Nya, dan menghinakan orang-orang  yang bermaksiat kepada-Nya. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan  kepada Rasulullah sholollohu alaihi wasallam yang diutus oleh Rabb-Nya membawa kabar gembira,  
pemberi peringatan, dan penyeru kepada Allah dengan izin-Nya, serta sebagai pelita yang terang.
pemberi peringatan, dan penyeru kepada Allah dengan izin-Nya, serta sebagai pelita yang terang.
Allah Subhanahu wata'ala mengutamakan sebagian hamba-Nya di atas sebagian yang lain. Dia pula muliakan sebagian tempat di atas sebagian yang lain. Karenanya, Rasulullah Sholollohu alaihi wasallam bersabda :
أَحَبُّ  الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ مَسَاجِدُهَا وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى  اللَّهِ أَسْوَاقُهَا
 “Bagian wilayah negeri yang paling Allah cintai adalah  masjid-masjidnya, dan bagian wilayah negeri yang paling Allah benci  adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim)
Mengapa demikian ?  karena masjid adalah tempat untuk beribadah, berdzikir, serta bermunajat  kepada Allah Subhanahu wata'ala. Sedangkan pasar--termasuk juga berbagai tempat  perbelanjaan modern--adalah tempat kelalaian, tipu daya, dusta,  menyalahi janji, riba, dan tindakan-tindakan sejenisnya.
Ulama salaf juga memperingatkan untuk tidak  banyak memasuki pasar. Salman rodhiyallohu anha Berkata, “Jika mampu, jangan  sekali-kali kamu menjadi orang pertama yang masuk pasar, dan orang yang  terakhir keluar darinya. Sebab, pasar adalah medan tempur setan, dan di  sana ia mengibarkan panjinya.” Di pasar, setan-setan berkumpul untuk  memprovokasi orang-orang dan mengajak mereka kepada kemunkaran dan  kerusakan baik dalam muamalah maupun akhlak dan tabiat. Hal ini bukan  berarti kita dilarang total untuk pergi ke pasar, namun kita diingatkan  agar senantiasa ingat kepada Allah dimanapun kita berada meskipun di  tempat-tempat kelalaian seperti di pasar. Tidaklah Ibnu Mas’ud Rodhiyallohu anha keluar  menuju pasar, lalu melewati para pandai besi dan melihat apa yang  mereka keluarkan dari kobaran api, kecuali air mata mengalir deras dari  kedua matanya. Ketika Al Hasan bin Shalih masuk ke pasar, serta melihat  orang yang menjahit dan ada yang membuat sesuatu, maka ia berkata,  “Lihatlah, mereka terus bekerja hingga kematian datang menjemput  mereka.”
Pasar, supermarket, dan berbagai pusat  perbelanjaan adalah tempat setan menancapkan panjinya. Setan mengintai  Anda untuk melemparkan anak panahnya atau menghujamkan tombaknya. Anda  kini telah menjejakkan kaki di tengah hiruk pikuk pasar, maka mohonlah  pertolongan kepada Allah, bertawakkallah kepada-Nya.
Dari pasarlah, langkah-langkah pertama  ketergelinciran bermula. Ada kata-kata terlontar kepadanya. Ada anak  panah yang dibidikkan kepada dirinya. Di pasarlah tatapan mata membelah  kehormatan sifat malu. Pandangan mata yang diharamkan saling bertemu.
Pandangan, lalu senyuman, kemudian teguran
Lalu perbincangan dan diakhiri dengan janji  pertemuan
Penyakit itu bernama GILA BELANJA
Jika Anda  sangat hobi belanja, dan keranjingan sekali untuk menjejakkan kaki di  pasar, mall-mall, supermarket, dan pusat-pusat perbelanjaan lainnya,  waspadalah, Anda bisa saja sedang terjangkiti penyakit “gila belanja”.  Penyakit ini mengakitbatkan hati tak lagi mampu dikendalikan untuk  bersifat hemat. Uang-uang pun berhamburan di kasir-kasir supermarket,  tanpa mampu dimenej. Akhirnya keluarga menjadi carut-marut bila penyakit  ini masih menghiasi diri.
Bukan maksud untuk mendiskreditkan, pada  faktanya penyakit ini lebih umum terjadi pada diri seorang perempuan  meskipun kaum lelaki juga banyak yang terkena. Mereka lebih senang pergi  ke mall-mall ataupun supermarket hanya untuk membeli kebutuhan yang  sepele. Bahkan dari mereka sampai rela pergi ke luar negeri untuk  berhura-hura dan bershoping ria. Hobi berbelanja, boros, dan ingin  mengikuti trend menjadi ciri bahwa ia telah menjadi bagian dari pengikut  shopaholic.
Sungguh fenomena yang menitikkan air mata dan  menyesakkan dada. Gadis-gadis remaja yang hanya sibuk memikirkan  belanja, yang tidak ada  tempat di hatinya kecuali  mall-mall dan supermarket. Tidak ada di dalam pikirannya, kecuali “Aku  belanja apa?” Berapa banyak ? Di mana ?. Setiap kali mendengar ada  tempat belanja baru, segera saja mereka berhamburan mendatangi. Mereka  mahir dalam urusan dunianya namun bodoh terhadap akhiratnya. Apakah  mereka lupa bahwa harta adalah milik Allah ? Dan apakah mereka tidak  tahu bahwa semuanya nanti akan dimintai pertanggungjawaban. Sepeser pun  uang yang digunakan tidak sebagaimana mestinya tidak akan luput dari  hisab Allah Subhanahu wata'ala, naudzubillah min dzalik.
Obat  Penyakit “Gila Belanja”
Terdapat  beberapa solusi sebagai obat manjur bagi penyakit kecanduan belanja.  Berikut adalah paparan singkat tentang hal itu.
Pertama, mengendalikan jiwa, sehingga tidak setiap  yang diinginkan mesti dibeli. Umar ra pernah berkata, “Apakah semua yang  kamu inginkan, akan kamu beli? Janganlah kamu termasuk orang-orang  dalam ayat ini, “…Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam  kehidupan duniawimu (saja)…’ (Al Ahqaf [46] : 20).”
Juga, dengan  mengekang diri dengan rasa takut kepada Allah, dan bersikap waspada  terhadap hukuman-Nya akibat tindakan berlebihan dan bermewah-mewahan  dalam menggunakan harta.
Kedua,  pengendalian yang dilakukan oleh para wali  (suami, ayah), dan tidak bersikap lalai terkait dengan urusan perempuan.
Ketiga,  menyibukkan diri  dengan amal ketaatan. Sebab, bila Anda tidak menyibukkan diri dengan  ketaatan, maka hawa nafsu dan diri Anda yang menyibukkan Anda dengan  kemaksiatan.
Keempat, mencerdaskan kegiatan belanja, baik terkait  uang yang diserahkan kepada istri dan anak-anak perempuan, atau terkait  dengan barang-barang yang mereka beli. Sehingga mereka bisa  membelanjakan harta atas dasar kebutuhan secara proporsional.
Kepada  yang Masih Memiliki Hati Nurani
Kepada kaum  lelaki, sepertinya masalah ini tidak penting bagi kalian dan seakan-akan  sungai tidak mengalir di bumi kalian. Masalah ini begitu besar, dan  kita semua akan ditanya di hadapan Allah terkait mahram-mahram kita dan  kehormatan-kehormatan kita, lantas apa jawaban kita nantinya? Kita  berkeliling berjam-jam lamanya. Kita duduk siang dan malam mengawasi  bangunan rumah agar tidak ada satu pun yang kurang, tidak ada seorang  pun yang mengganggunya, tidak ada sedikit pun yang mencelakainya, tetapi  kita justru membiarkan “kehormatan kita” berjalan tanpat perlindungan . 
(Disari dan dinukil dari Buku Gila Belanja Karya Syaikh Abdurrahman  As Suhaim & Abdul Malik Qasim)

0 komentar:
Posting Komentar
koment :