Usaha warnet termasuk dari usaha muamalah sewa-menyewa, dan hukum asal dari semua muamalah maliah (harta) adalah halal dan mubah sampai ada dalil yang melarangnya.
Jika ada yang bertanya: Bukankah warnet bisa dijadikan tempat untuk melihat gambar-gambar yang terlarang, pacaran lewat chating, dan selainnya dari hal yang diharamkan?
Kami katakan: Kasus yang sama juga kita katakan bagi yang membuka wartel atau yang menjual HP (handphone) atau yang menyewakan kontrakan atau yang semacamnya, dimana penggunanya bisa menggunakannya untuk hal yang halal dan yang haram. Tapi apakah hal ini menyebabkan seseorang tidak boleh mendirikan wartel, tidak boleh jual beli HP, dan tidak boleh menyewakan rumah? Tentunya tidak.
Para ulama terdahulu mengharamkan menjual senjata pada zaman fitnah (perang sesama muslim) dan mengharamkan menjual anggur kepada siapa yang akan mengolahnya menjadi khamar. Tapi apakah itu berarti diharamkan menjual pisau dan anggur secara mutlak? Jawabannya juga tentu tidak diharamkan. Jadi pengharamannya terbatas kepada siapa yang sudah jelas akan menggunakannya ke dalam sesuatu yang haram.
Jika dia bertanya: Kalau begitu apakah kami (pengelola warnet) harus mengawasi setiap situs yang dibuka oleh penyewa? Baik secara langsung maupun dengan kamera atau yang semacamnya?
Kami katakan: Itu tidak harus bahkan tidak boleh dia melakukannya, karena belum tentu setiap orang yang datang ke warnet bertujuan untuk melakukan hal-hal haram yang kita sebutkan di atas, walaupun tetap saja ada orang yang kemungkinan menggunakannya untuk sesuatu yang haram. Hanya saja selama seseorang itu tidak jelas berbuat kemaksiatan maka tidak ada nahi mungkar, karena nahi mungkar hanya ditegakkan ketika kemungkaran itu sedang terjadi. Telah kami sebutkan pada pembahasan ‘amar ma’ruf dan nahi mungkar’ bahwa di antara syarat nahi mungkar adalah kemungkaran tersebut nampak dengan jelas dan terang-terangan, bukan perbuatan yang diketahui kemungkarannya dengan cara mengintip, mengawasi, atau memata-matai. Karenanya, siapa saja yang menyembunyikan kemungkarannya di dalam rumahnya maka tidak boleh ada seorangpun yang berhak untuk memata-matainya, sepanjang dia tidak menampakkan sesuatu dari kemungkarannya. Kapan dia menampakkan sesuatu dari kemungkarannya walaupun hanya diketahui oleh segelintir orang maka wajib bagi yang melakukan nahi mungkar untuk mengingkarinya. Misalnya ada seseorang yang memainkan alat musik di dalam rumahnya, akan tetapi suaranya terdengar oleh sebagian tetangganya atau sekelompok orang yang minum khamar di dalam rumah akan tetapi suara kegiatan mereka terdengar oleh sebagian orang, maka dalam keadaan seperti ini dan yang semisalnya, wajib atas orang yang akan beramar ma’ruf dan nahi mungkar untuk mengingkarinya.
Kami katakan: Itu tidak harus bahkan tidak boleh dia melakukannya, karena belum tentu setiap orang yang datang ke warnet bertujuan untuk melakukan hal-hal haram yang kita sebutkan di atas, walaupun tetap saja ada orang yang kemungkinan menggunakannya untuk sesuatu yang haram. Hanya saja selama seseorang itu tidak jelas berbuat kemaksiatan maka tidak ada nahi mungkar, karena nahi mungkar hanya ditegakkan ketika kemungkaran itu sedang terjadi. Telah kami sebutkan pada pembahasan ‘amar ma’ruf dan nahi mungkar’ bahwa di antara syarat nahi mungkar adalah kemungkaran tersebut nampak dengan jelas dan terang-terangan, bukan perbuatan yang diketahui kemungkarannya dengan cara mengintip, mengawasi, atau memata-matai. Karenanya, siapa saja yang menyembunyikan kemungkarannya di dalam rumahnya maka tidak boleh ada seorangpun yang berhak untuk memata-matainya, sepanjang dia tidak menampakkan sesuatu dari kemungkarannya. Kapan dia menampakkan sesuatu dari kemungkarannya walaupun hanya diketahui oleh segelintir orang maka wajib bagi yang melakukan nahi mungkar untuk mengingkarinya. Misalnya ada seseorang yang memainkan alat musik di dalam rumahnya, akan tetapi suaranya terdengar oleh sebagian tetangganya atau sekelompok orang yang minum khamar di dalam rumah akan tetapi suara kegiatan mereka terdengar oleh sebagian orang, maka dalam keadaan seperti ini dan yang semisalnya, wajib atas orang yang akan beramar ma’ruf dan nahi mungkar untuk mengingkarinya.
Dan biasanya antara komputer satu dengan yang lainnya disertai sekat yang tidak memungkinkan orang di sampingnya bisa melihat ke komputernya. Jadi jika dalam keadaan tersembunyi seperti itu tidak boleh bagi siapapun (termasuk pemilik warnet) untuk memata-matai setiap pengguna dengan alasan jangan sampai dia berbuat maksiat. Sebagaimana tidak diperbolehkannya seorang pemilik kost-kostan untuk memata-matai semua kegiatan seorang pemuda (di dalam kamarnya) yang kost di tempatnya. Dan sebagaimana tidak bolehnya pemilik wartel menguping semua ucapan orang yang menelepon, jangan-jangan ada yang merencanakan maksiat, dan seterusnya.
Kami katakan: Itu juga tidak benar. Ketika kami katakan bahwa tidak ada nahi mungkar ketika kemungkaran belum terjadi, itu tidak menunjukkan tidak boleh menasehati, karena ada perbedaan yang jelas antara nahi mungkar dan nasehat. Nasehat dibutuhkan oleh siapa saja, terkhusus orang yang ada kemungkinan dia berbuat kesalahan, sementara nahi mungkar (sebagaimana namanya) hanya diberlakukan bagi yang jelas berbuat kemungkaran. Jadi sudah seharusnya bagi setiap pengelola warnet untuk memberikan nasehat kepada para pelanggannya agar jangan membuka situs-situs porno dan selainnya dari hal-hal yang diharamkan. Baik dalam bentuk selebaran yang diberikan kepada setiap pelanggan yang masuk, maupun dengan menempelkan peringatan tentang itu pada setiap unit komputer, tentunya pada tempat yang pasti dia akan membacanya. Bahkan dia bisa memberikan persyaratan pada setiap pengguna warnetnya agar tidak membuka situs porno dan semacamnya dari perkara yang jelas maksiatnya, dan bahwa pengelola warnet berhak menghentikan penggunaan internet ketika pengguna melanggar syarat tersebut.
Tapi kembali diingatkan akan tidak bolehnya seseorang memata-matai saudaranya, karena itu termasuk dari mencari-cari aib sesama muslim. “Dan barangsiapa yang mencari-cari aib saudaranya maka Allah akan mencari-cari aibnya, dan barangsiapa yang Allah cari-cari aibnya maka Allah akan mempermalukannya walaupun dia berada di dalam rumahnya.” (HR. At-Tirmizi dari Abu Hurairah)
Jika dia bertanya lagi: Bagaimana jika tanpa sengaja (bukan karena mencari tahu dan memata-matai), saya (pengelola warnet) mendapati orang yang menggunakan warnet untuk maksiat?
Kami katakan: Dia wajib menghentikan segera pengguna itu, baik sebelumnya dia telah persyaratkan larangan itu kepada para pengguna maupun tidak. Karena tatkala kemungkarannya sudah nyata maka ketika itulah berlaku nahi mungkar. Dan dia sebagai pemilik barang yang disewa berhak -bahkan wajib- untuk merubah kemungkaran tersebut dengan menegurnya dan melarangnya. Jika dia patuh maka dia boleh melanjutkan penyewaannya, tapi jika tidak patuh maka pemilik warnet harus menghentikan penggunaan internetnya.
Jika dia bertanya lagi: Jika saya menyuruhnya menghentikan penggunaan internet sebelum habis waktunya, bagaimana dengan upah sewa internetnya?
Kami katakan: Jika sewanya permenit maka tentunya tinggal dihitung, tapi jika per-30 menit atau perjam lalu orang tersebut berhenti atau dihentikan sebelum waktunya maka dia hanya membayar waktu yang telah digunakan dan tidak boleh digenapkan atau dibulatkan. Allahumma kecuali kalau sudah dipersyaratkan sebelumnya bahwa sewa internet di tempatnya akan dibulatkan dan setiap pelanggan menyetujuinya, maka tidak masalah jika pemilik warnet membulatkannya. Wallahu a’lam.
Jika dia bertanya: Kalau begitu usaha warnet boleh secara mutlak?
Kami katakan: Di atas kami hanya membahas dari sisi muamalahnya. Artinya jika ada maksiat yang dipastikan terjadinya dalam praktek muamalah warnet ini maka membuka warnet ini dilarang, tapi bukan karena asalnya dia dilarang agama, akan tetapi karena adanya faktor dari luar yang menyebabkannya dilarang. Misalnya di dalam warnetnya ada pemutaran musik, terjadi ikhtilath (berbaurnya lelaki dan wanita yang bukan mahram), dan semacamnya. Maka jika hal seperti ini ada, tidak boleh seseorang membuka warnet karena adanya maksiat yang terjadi di dalamnya.
Adapun solusinya maka tentu saja dengan tidak memutar musik, akan tetapi bukan artinya boleh memutar murattal. Memutar murattal pada waktu itu bukanlah waktu yang tepat karena orang tidak akan konsentrasi mendengarnya, sementara seorang muslim diperintahkan untuk memperhatikan ketika dibacakan Al-Qur`an kepadanya. Adapun masalah ikhtilath, maka dia bisa menjadwalkan atau memisahkan waktu bagi pengguna lelaki dan wanita, dan operatornyapun disesuaikan dengan pengunjungnya, agar tidak terjadi iktilath. Yang jelas ketika seseorang berusaha untuk menaati syariat insya Allah Allah akan membantunya.
Catatan:
1. Jawaban yang serupa juga diperuntukkan bagi penyedia webhosting.
2. Kami hanya membahas hukum boleh tidaknya. Adapun masalah afdhal tidaknya, maka tentunya lebih utama dia membuka usaha lain yang tidak ada kemungkinan pelanggannya bisa memanfaatkan dirinya untuk melakukan maksiat.
1. Jawaban yang serupa juga diperuntukkan bagi penyedia webhosting.
2. Kami hanya membahas hukum boleh tidaknya. Adapun masalah afdhal tidaknya, maka tentunya lebih utama dia membuka usaha lain yang tidak ada kemungkinan pelanggannya bisa memanfaatkan dirinya untuk melakukan maksiat.
Demikian yang bisa kami jawab, jika ada yang benar maka datangnya dari Allah dan jika ada yang salah maka datangnya dari diri kami, wallahu Ta’ala a’la wa a’lam.
sumber : al-atsariyyah.com
sumber : al-atsariyyah.com
0 komentar:
Posting Komentar
koment :