“Sebaik-baik   usaha adalah usaha orang-orang yang berniaga (pengusaha atau   entrepreneur) yang jika berbicara tidak dusta, jika di beri amanat tidak   khianat, jika berjanji tidak meleset, jika membeli tidak mencela   (barang yang akan dibelinya), jika menjual tidak memuji-muji (barang   yang akan di jualnya), jika berhutang tidak akan menunda-nunda   pembayarannya dan jika berpiutang tidak mempersulit (orang yang   berhutang).” (HR. Baihaqi)
Hadist  di atas di ucapkan 15 abad yang  lalu oleh seorang hamba Allah yang  kutipannya selalu dibutuhkan oleh  seluruh manusia yang ada di dunia  ini. Dialah manusia yang perlu kita  teladani dalam seluruh aspek  kehidupannya, baik spiritualnya,  pemerintahannya, dalam memimpin  keluarga, dalam usaha atau bisnisnya,  dlsb.
Nabi  Muhammad Salallahu alaihi wasallam melalui hadist di  atas mengajarkan kita tentang profesi  usaha yang paling baik yang perlu  diterapkan pada dunia bisnis. Disana  akan kita temui nilai-nilai  kejujuran dan apa adanya, tidak  mengada-ngada, apalagi memuji-muji  bahkan menipu. Apakah dunia bisnis  saat ini sudah tertanam nilai-nilai  luhur, yang notabene mayoritas  bangsa kita adalah masyarakat Islam.
Umat islam diharapkan menjadi pengusaha dan orang yang berusaha. Jangan kita  menjadi buruh atau kuli di  negaranya sendiri. Dimana martabat bangsa  ini apabila semua aspek bisnis  dikuasai oleh bangsa asing. Mungkin kita  harus berkaca pada cermin  diri, sudahkah kita bersyukur? Sudahkah kita  bersemangat atau mempunyai  motivasi tinggi? Dan sudahkah kita punya  keahlian? Jangan-jangan kita  hanya omdo alias omong doang. Dimana  banyak pemimpin perusahaan yang  hanya bisa bicara, bahkan mungkin  menjajah bangsanya sendiri.
Sesungguhnya  Islam itu mulia, sehingga  ada sabda Nabi Muhammad Sallahu alaihi wasallam “Al-yadul  ‘ulya, khairun min  yadissufla”, seorang pemberi (tangan di atas)  lebih baik atau mulia  dibanding peminta-minta (tangan di bawah). Untuk  itu ummat Islam harus  kaya. Bukankah ibadah memerlukan biaya atau  harta. Bagaimana sholat mau  khusyu atau sempurna, jika celana atau  sarung yang kita pakai sobek  disana sini. Bagaimana mau sholat dengan  benar, jika perut kita lapar  atau anak kita merengek-rengek. Bagaimana  mau pergi haji, jika kita  tidak dapat membayar ongkos naik haji. Jadi  semua memerlukan harta atau  uang. Kadang kalau kita lihat pada umumnya  ummat Islam jika akan  membangun sarana ibadah saja harus mengemis ke  sana-sini, memasang  “minta sumbangan” di tengah jalan yang jelas-jelas  akan menggangu lalu  lintas, mengemis door to door, di terminal,  diperempatan, dll. Untuk itu  Islam mengajarkan kaya tapi bertaqwa.  Lihat Rasulullah, lihat Nabi  Ayyub, Nabi Sulaiman, Nabi Ibrahim, Nabi  Yusuf alaihimussolatu wassalam. 
Rasulullah  Salallahu alaihi wasallam bersabda “Uang itu hijau  dan lezat (seperti buah yang masak), maka  bagi siapa yang mengambilnya  dengan benar, niscaya ia menjadi  pertolongan besar baginya” (HR. Muslin  dan Tirmidzi)
Makanya ada  istilah “kalau sudah  melihat uang matanya hijau”, memang uang kadang  membutakan mata kita. 
Mari kita berusaha...!!

0 komentar:
Posting Komentar
koment :