skip to main  |
      skip to sidebar
        
      
        
      
Memang problem dalam berumah tangga  adalah sebuah suratan taqdir (sunnatullah)  yang mesti ada dan terjadi.   Akan tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala telah menurunkan berbagai  cara dalam syariat-Nya untuk membimbing ke jalan yang diridhai dan  dicintai-Nya.  Jalan yang akan mengakhiri problem tersebut.
 Sebuah suratan yang tidak akan berubah dan tidak akan dipengaruhi  oleh keadaan apapun.  Mungkin kita akan menyangka, suratan taqdir  tersebut tidak akan menimpa orang-orang yang taat beribadah dan  orang-orang mulia di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala.  Tentu tidak  demikian keadaannya.  Nabi Nuh ‘alaihissalam berseberangan dengan istri  dan anaknya. Nabi Luth ‘alaihissalam dengan istrinya yang jelas-jelas  mendukung perbuatan keji dan kotor: laki-laki “mendatangi” laki-laki.
Hal ini telah diceritakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam  firman-Nya:
“Allah membuat istri Nuh dan  istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada  di bawah pengawasan dua orang hamba yang shalih di antara hamba-hamba  Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing),  maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa)  Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): ‘Masuklah ke dalam Jahannam  bersama orang-orang yang masuk (Jahannam)’.” (At-Tahrim: 10)
Ujian dalam berumah tangga tentu akan lebih besar dibanding ujian  yang menimpa individu. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa  ta’ala dalam firman-Nya ketika menjelaskan tujuan ilmu sihir dipelajari  dan diajarkan:
“Maka mereka mempelajari dari  keduanya, apa yang dengan sihir itu, mereka dapat mencerai-beraikan  antara seorang (suami) dengan istrinya.” (Al-Baqarah: 102)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Iblis meletakkan  singgasananya di atas air, kemudian dia mengutus bala tentaranya. Yang  paling dekat kedudukannya dengan Iblis adalah yang paling besar  fitnahnya.  Datang kepadanya seorang tentaranya lalu berkata: ‘Aku telah  berbuat demikian-demikian.’   Iblis berkata: ‘Engkau belum berbuat  sesuatu.’   Dan kemudian salah seorang dari mereka datang lalu berkata:   ‘Aku tidak meninggalkan orang tersebut bersama istrinya melainkan aku  pecah belah keduanya.’    Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:    ‘Lalu iblis mendekatkan prajurit itu kepadanya dan berkata: ‘Sebaik-baik  pasukan adalah kamu.’ Al-A’masy berkata: ‘Aku kira, (Nabi Shallallahu  ‘alaihi wa sallam) berkata: ‘Lalu iblis memeluknya.” (HR. Muslim  no. 5302)
Bila iblis telah berhasil menghancurkannya, kemana sang anak mencari  kasih sayang? Hidup akan terkatung-katung. Yang satu ingin  mengayominya, yang lain tidak merestuinya. Alangkah malang nasibmu,  engkau adalah bagian dari korban Iblis dan bala tentaranya.
Kalau demikian keras rencana busuk Iblis terhadap keluarga orang-orang  yang beriman, kita semestinya berusaha mencari jalan keluar dari jeratan  dan jaring yang dipasang oleh Iblis, yaitu dengan belajar ilmu agama.
 
Beberapa Akhlak Menjaga  Keutuhan Keluarga Sakinah
Di sini, ada beberapa akhlak dan adab yang harus ada pada  suami-istri, yakni berupa penghargaan terhadap hak masing-masing di  antara keduanya yang harus  sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa  ta’ala:
“Dan para wanita mempunyai hak yang  seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para  suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.”  (Al-Baqarah:  228)
1. Keduanya memiliki sifat amanah.
Jangan sekali-kali salah satu dari keduanya mengkhianati yang lain,  karena mereka berdua tak ubahnya dua orang yang sedang berserikat,  sehingga dibutuhkan amanah, menerima nasihat, jujur dan ikhlas di antara  keduanya dalam segala kondisi.
2. Memiliki kasih sayang di antara keduanya.
Sang istri menyayangi suami dan begitu juga sebaliknya, sang suami  menyayangi istrinya. Ini merupakan perwujudan firman Allah Subhanahu wa  ta’ala:
“Dan di antara tanda-tanda  kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu  sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan  dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.”  (Ar-Rum: 21)
3. Menumbuhkan rasa saling percaya antara kedua belah pihak. Jangan  sekali-kali terkotori dengan keraguan terhadap kejujuran, amanah, dan  keikhlasannya.
4. Lemah lembut, wajah yang selalu ceria, ucapan yang baik dan penuh  penghargaan.
Hal ini masuk dalam keumuman firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
“Bergaullah dengan mereka secara  patut.”  (An-Nisa`: 19)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Inginkan dan lakukan kebaikan  untuk kaum wanita.”  (Lihat Minhajul Muslim, 1/102).
Wallahu a’lam.
 
 
 
        
    
 
  
 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar
koment :