Sungguh, jika kita menghitung nikmat-nikmat Allah pada diri, maka takkan sanggup kita menghitungnya. Dan yang seringkali terjadi, kita melupakan nikmat-nikmat itu, dan baru terasa begitu berharga ketika kita kehilangan nikmat tersebut.
Dikisahkan, seorang  kakek berusia 70 tahun mengidap sebuah penyakit; dia tidak dapat  kencing. Dokter mengabarkan kepadanya kalau dia membutuhkan operasi  untuk menyebuhkan penyakitnya. Dia setuju untuk melakukan operasi karena  penyakit itu telah menimbulkan sakit yang luar biasa selama  berhari-hari.
Ketika operasi selesai, dokter memberikan tagihan  pembayaran seluruh biaya operasi. Kakek tua itu melihat pada kuitansi  dan mulai menangis. Melihatnya menangis dokter pun berkata kepadanya  bila biayanya terlalu tinggi mereka dapat membuat pengaturan lain. Orang  tua itu berkata, ”Saya tidak menangis karena uang itu, tetapi saya  menangis karena Allah menjadikanku buang air (tanpa masalah) selama 70  tahun dan Dia tidak pernah mengirimkan tagihan.”
وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ  لاَ تُحْصُوهَا
”  Dan jika kamu menghitung ni'mat Allah, tidaklah dapat kamu  menghinggakannya.” (QS Ibrahim [14] : 34)
Ibnu Katsir di  dalam tafsirnya menjelaskan mengenai ayat tersebut di atas:
Allah  memberitahukan, bahwa manusia tidak akan mampu menghitung berapa banyak  nikmat Allah, apalagi mensyukurinya. Disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari  bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
اللُّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ غَيْرُ  مَكْفِيِّ وَلاَ مُزَدَّعٍ وَلاَ مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبَّنَا
”Ya Allah bagimu segala puji, pujian yang  tidak mencukupi tidak mungkin ditinggalkan dan selalu diperlukan, wahai  Rabb kami.”
Dan diriwayatkan dalam sebuah atsar bahwa Nabi  Dawud alaihis salam berkata: “Ya Rabb, bagaimana aku dapat bersyukur  kepada-Mu, sedangkan syukurku kepadamu itu adalah nikmat-Mu kepadaku?”  Maka Allah berfirman: ”Sekarang engkau telah bersyukur kepadaku wahai  Dawud.” Maksudnya (engkau telah bersyukur) ketika engkau telah  mengetahui bahwa engkau tidak dapat memenuhi syukur yang sepatutnya  kepada Pemberi nikmat.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:  ”Segala puji bagi Allah yang tidak dapat dipenuhi syukur atas salah satu  nikmat yang telah diberikan-Nya itu, kecuali dengan nikmat baru yang  harus diyukuri pula.”
0 komentar:
Posting Komentar
koment :