Dari Aisyah Ra bahwa Rasulullah bersabda, “Nikah yang paling besar barokahnya itu adalah yang murah maharnya“. (HR Ahmad 6/145)
Anggaplah Anda sebagai pemeran utama di kisah berikut ini:
Rumah Anda kedatangan tamu yang datang  dari jauh. Tamu itu adalah teman lama Anda dimasa kecil dan dia adalah  tamu yang sangat istimewa buat Anda. Disaat asyik-asyiknya mengobrol  dengan Anda, tiba-tiba saja dia mengeluarkan benda unik dari saku  kantongnya. Dia mengeluarkan HP limited edition tipe terbaru.
Kemudian Anda bertanya, “Wah, keren tuh HP. Berapa harganya?”.
“Sangat mahal“, jawab tamu istimewa Anda.
Berapa bayangan dalam pikiran Anda setelah mendengar kata “Sangat Mahal“? Tentu tanpa batas bukan?
Oke lanjut lagi..
Kemudian tamu istimewa Anda berkata,  “Kutitipkan benda ini kepadamu. Benda ini tiada duanya, hanya satu  didunia. Aku sangat menyayangi benda ini. Mohon untuk dijaga  sebaik-baiknya”. Kemudian tamu itupun berpamitan untuk pulang, kembali  ke negeri asalnya.
Anda pastinya akan sangat gugup  mendengar ucapan dari teman Anda itu. Terbayang dalam pikiran Anda,  “andaikata benda ini rusak, bagaimana?”. Pastinya Anda akan merasa  sangat bersalah dengan teman Anda.
Dan hari yang ditakuti itupun tiba. HP  titipan pemberian teman Anda tiba-tiba saja rusak, layarnya error! Anda  kalang kabut, kebingungan setengah mati. Kesana-kemari mencari tempat  servis terbaik berharap supaya HP milik teman Anda normal seperti sedia  kala. Bahkan Anda rela mengeluarkan uang ratusan juta sampai milyaran  rupiah sekedar untuk memperbaiki HP yang rusak tersebut. Anda sangat  BERTANGGUNG JAWAB atas benda yang dititipkan teman Anda. Anda tidak  ingin mengecewakan teman Anda. Segala hal Anda lakukan, yang TERBAIK  yang bisa Anda lakukan tanpa memikirkan betapa lelahnya Anda.
Catatan: Kisah  ini terinspirasi dari pengalaman saya pribadi. Dan saya sadar bahwa  kisah ini adalah pendidikan terbaik untuk mengenal makna dari MAHAR.
Anggaplah HP sebagai wanita, tamu istimewa sebagai ayah dari si wanita dan Anda sebagai diri Anda sendiri atau pemilik rumah.
Sang ayah si gadis yang bertahun-tahun mendidik anaknya dengan perasaan ikhlas datang kerumah Anda dan berkata:
“Baik, saya sudah ikhlaskan kamu menikah dengan anak saya”.
Kemudian Anda bertanya, “Berapa harga anak bapak”. (Ini adalah contoh kalimat perumpamaan untuk menanyakan MAHAR)
Si bapak berkata, “Sangat mahal!“
(Semua orang tua pasti akan berkata  demikian, sebab tiada satupun orang tua yang akan merendahkan nilai  anaknya dimata orang lain. Namun yang membedakan adalah apakah orang tua  tersebut menyebutkan jumlahnya ataukah tidak)
Bisa Anda bayangkan berapa banyak bayangan uang yang ada dibenak Anda setelah mendengar kata “Mahal?“, tentu tanpa batas bukan?
Tapi, orang tua si gadis tidak  mengatakan dengan pasti berapa jumlah MAHAR yang dinginkannya. Dia telah  merelakan anaknya dinikahi Anda “TANPA MAHAR” atau mahar se-ikhlasnya  dari Anda.
Kemudian ayah si gadis berpesan,  “Kutitipkan anakku kepadamu. Benda ini tiada duanya, hanya satu didunia.  Aku sangat menyayangi anakku. Mohon untuk dijaga sebaik-baiknya”.
Bisa membayangkan bukan, betapa besarnya TANGGUNG JAWAB Anda?
HP yang rusak saja Anda rela  mengeluarkan uang milyaran sekedar untuk memperbaikinya. Lantas  bagaimana jika Istri Anda sakit? Bukankah Anda harus lebih bertanggung  jawab lebih dari sekedar merawat Handphone?
Namun kebanyakan dari MANUSIA didunia  ini justru salah kaprah memaknai arti dari “MAHAR”. Mereka  berlomba-lomba menetapkan batasan mahar yang tinggi untuk anak gadisnya  (yaitu mahar yang terlihat nominal jumlah dan ukurannya). Bahkan banyak  juga yang menuntut profesi seperti dokter, pegawai, pilot, pengacara,  anak orang kaya dan sebagainya.
Pilihan seperti itu sebenarnya bukan  menaikkan harga diri dari seorang anak, tapi justru hanya akan  merendahkan martabat dan harga diri anaknya. Kenapa saya berkata  demikian? Karena MAHAR yang dibatasi hanyalah suatu etika perdagangan  belaka. Ketika barang yang dibeli terbayarkan, selesailah sudah. Lantas  apalagi yang akan diberikan sesudah itu?
Berikut contoh kisah sederhana perihal MAHAR yang ditentukan nominal dan ukurannya, yang mungkin pernah Anda alami. 
Disuatu waktu datang seseorang teman  Anda kerumah Anda. Dia menawarkan HP limited edition tipe terbaru. Dan  kemudian Anda bertanya, “berapa harganya?”.
Teman Anda menjawab, “Mahal?”
Bayangan Anda pasti tidak akan bisa menentukan mahalnya harga dari HP tersebut.
Tapi kemudian teman Anda melanjutkan, “harganya 100 juta, mau beli?”.
Dalam seketika, jatuhlah predikat mahal dimata Anda. Berhubung Anda sangat kaya, dengan mudah Anda beli HP tersebut.
Dan disaat teman Anda berkata,  “Kutitipkan benda ini kepadamu. Benda ini tiada duanya, hanya satu  didunia. Aku sangat menyayangi benda ini. Mohon untuk dijaga  sebaik-baiknya”.
Tapi dalam benak Anda berkata seperti ini, “Ah, ngapain diambil pusing, KHAN SAYA SUDAH BAYAR MAHAL. Terserah saya dunk mau diapain benda ini!”
Selanjutnya mungkin Anda akan  memamerkannya keteman dan kerabat kalau Anda memiliki HP yang sangat  MAHAL! Tapi Anda sama sekali TIDAK BERTANGGUNG JAWAB atas HP tersebut.  Anda tidak merawatnya, bersikap masa bodo dan bahkan ketika HP tersebut  tidak bermanfaat lagi, Anda mencari PENGGANTI BARU yang lebih mahal dan  efisien.
Bukankah itu menyakitkan?
Dari Anas bahwa Aba Tholhah meminang Ummu Sulaim lalu Ummu Sulaim berkata,” Demi Allah, lelaki sepertimu tidak mungkin ditolak lamarannya, sayangnya kamu kafir sedangkan saya muslimah. Tidak halal bagiku untuk menikah denganmu. Tapi kalau kamu masuk Islam, keislamanmu bisa menjadi mahar untukku. Aku tidak akan menuntut lainnya”. Maka jadilah keislaman Abu Tholhah sebagai mahar dalam pernikahannya itu. (HR Nasa’ih 6/ 114).Cinta sejati tidak memikirkan berapa banyak yang bisa didapatkan atau diberikan, karena cinta sejati selalu didasari dengan perasaan ikhlas. Bahkan terkadang, orang yang tulus mencintai selalu lupa dengan segala hal yang telah diberikan demi sebuah senyuman dan kebahagiaan orang yang dicintainya.
0 komentar:
Posting Komentar
koment :