Mencari tambatan hati bukanlah perkara mudah. Perlu pertimbangan, trik dan jurus ampuh untuk memperolehnya. Bila salah memilih, jangan harap surga dunia yang kita dapat.
Islam membimbing umatnya dalam membentuk keluarga yang sakinah dengan cara rinci dan pasti, agar setiap keluarga muslim yang terbentuk secara islami itu, dapat dengan mudah melaksanakan agamanya pada seluruh aspek kehidupan.
Sakinah sendiri berasal dari bahasa Arab yang bermakna ketenangan/kebahagian. Maka keluarga sakinah dapat berarti keluarga yang berbahagia. Untuk membentuk “keluarga yang sakinah” dibutuhkan adanya mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang) dari Allah Ta’ala. Mawaddah adalah suatu rasa ketertarikan kepada seseorang yang dapat memuaskan harapan dan keinginannya, sedangkan rahmah (kasih sayang) adalah rasa yang timbul karena adanya hubungan dan pengertian untuk melindungi seseorang dari hal-hal yang tidak menyenangkan.
Maka untuk menumbuhkan rasa mawaddah dan rahmah ketika membentuk keluarga sakinah, Allah Ta’ala dan Rasul-Nya memberikan bimbingan untuk itu. Seorang muslim dan muslimah dalam upaya membentuk keluarga yang sakinah haruslah memperhatikan dan mengikuti bimbingan Islam, agar tujuan dari perkawinan tersebut tercapai.
Allah Ta’ala telah mengisyaratkan cara memilih pasangan hidup dalam firman-Nya : “Kawinilah (nikahilah) oleh kalian wanita-wanita yang baik bagi kalian” (QS. An Nisaa: 3).
Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu meriwayatkan hadist dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan untuk mengawini wanita yang mempunyai dasar agama (yang islami):
“Wanita itu dinikahi karena empat sebab; karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu karena dasar agamanya niscaya usahamu akan beruntung!” (HR. Bukhary, Muslim dan Abu Daud).
Hadits ini menunjukkan bahwa wanita yang baik adalah wanita yang mempunyai dasar agama (Islam) yang kuat. Ketinggian nilai seorang wanita yang baik diukur sejauh mana pemahaman agama yang dimiliki dan dihayatinya.
Adapun keterangan sifat wanita yang baik, yaitu sebagaimana hadist yang diriwayatkan dalam sebuah kitab Kanzul Ummal dari Baihaqy; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya; “Siapakah wanita yang terbaik?” Lalu beliau menjawab; “Wanita yang menyenangkan bila dipandang suaminya, pa-tuh bila diperintah suami dan tidak pernah mengerjakan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak suam-nya “. Itulah wanita yang shalihah, yang menjadi harapan kaum mukminin untuk memilihnya menjadi pasangan hidup dalam membangun keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya dunia itu kesenangan dan kesenangan yang terbaik adalah wanita (isteri) yang shalihah”
Agama Allah yang mulia ini me-nuntun kaum pria untuk memilih calon isteri yang shalihah dan menjadikan isteri yang Allah Ta’ala amanahkan kepadanya menjadi wanita yang shalihah. Ini adalah suatu amanah Allah yang harus dapat diwujudkan. Dan wanita juga dituntun agar membentuk diri menjadi wanita yang shalihah, menjadi permata dunia, mutiara manikam ditengah lumpur kelam dunia fana.
Malam Pertama Syuraih
Syuraih bercerita kepada Sya’bi tentang awal pernikahannya dengan seorang wanita Bani Tamim; “Kalau sekiranya engkau menyaksikan aku, wahai Sya’bi. Bagaimana dia menghadapku dan masuk ke ruanganku, pada waktu itu aku mengatakan kepadanya; “Sesungguhnya bagian dari yang disunnahkan apabila seorang wanita masuk untuk pertama kali kepada suaminya adalah seorang suami disunnahkan untuk mengerjakan shalat dua raka’at, berdo’a memohon kepada Allah Ta’ala untuk kebaikan isterinya dan memohon perlindungan dari keburukan perilakunya”.
Ketika aku mengambil air wudhu, dia pun turut serta. Aku melakukan shalat dua raka’at dan dia pun melakukan hal yang sama. Ketika aku telah selesai melakukan shalat dia menghampiriku dan mengambil bajuku. Lalu dia memakaikanku selimut yang diharumi dengan minyak za’faran.
Dikala rumah sudah lengang, aku menghampirinya lalu aku ulurkan kedua lenganku untuk meraihnya, diapun berkata; “Ya Aba Umayyah, bersabarlah secara tertib. Segala puji bagi Allah, aku memohon pertolongan-Nya. Shalawat serta salam bagi Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga-nya. Aku ini adalah wanita yang masih asing, yang tidak mempunyai pengetahuan tentang perilaku yang harus aku lakukan padamu.
Maka untuk itu, aku mohon engkau menjelaskan kepadaku tentang apa saja yang engkau sukai, agar aku dapat melakukannya untukmu. Dan apa saja yang engkau tidak sukai, agar aku dapat menghindarinya. Karena engkau adalah orang yang punya keluarga bersama kaummu, sedangkan aku pun seperti itu pula bersama kaumku. Akan tetapi takdir ketentuan Ilahi telah berlaku dan aku telah menjadi milikmu maka aku mohon kepadamu berbuatlah kepadaku sesuai yang Allah perintahkan kepadamu. Menggauliku dengan ma’ruf (baik) atau memisahkanku dengan ihsan (kebaikan). Demikian kalimat yang kuucapkan dan aku mohon ampun kepada Allah untuk diriku, juga untuk kamu dan semua kaum muslimin”.
Wahai Sya’bi…
Hal itu telah memaksaku untuk memberikan khutbah jawaban, lalu aku pun mengatakan; “Segala puji bagi Allah Ta’ala. Aku memohon pertolongan kepada-Nya. Shalawat serta salam untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarganya. Sebagaimana yang telah engkau katakan dengan beberapa kalimat tadi, bila engkau tetap berada dalam kalimat tersebut maka engkau telah menjadi bagian diriku. Sedangkan bila engkau menyalahinya, maka kata-kata tersebut akan menjadi tuntutan bagimu. Aku jelaskan bahwa yang aku senangi adalah…(ini-ini), dan yang tidak aku senangi adalah…(ini-ini). Dan apa saja yang engkau lihat kebaikan yang ada padaku, maka engkau kembangkanlah. Dan apa saja yang engkau lihat keburukan yang ada pada diriku, engkau tutupi-lah!!”
Maka aku pun bermalam pengantin dengannya, Wahai Sya’bi, Itu adalah suatu malam yang sangat menyenangkan. Aku hidup dengannya sepanjang masa tak pernah aku menyaksikan sesuatu yang tidak aku senangi”
0 komentar:
Posting Komentar
koment :