Fajarku menyapa lirih mengabarkan
Tentang kisah kelam semalam
Tentang cerita lusuh tempo dulu
Tentang mereka yang berlarian patuh melintasi pelakon gigih menguakkan bongkahan kenangan usang......sang waktu
Di sini, merangkai titian waktu meski langitku hadir di hiasi kesenduan mentari
Aku menjamah lirih jiwaku
Berpadu melerai kesal, merampok senyum agar menuai tawa, kelak
Aku tetap di sini, melahap kedamaian
Melantunkan syair kehidupan
Melangkah tetap di jalanNya.
================================..
Lari kecil kulakukan, dalam satu masa ketika duniaku segalanya terasa indah, dengan rambutku kubiarkan kusut masai tanpa bekas sisir bersarang dan mewangi minyak rambut, aku berlari kecil diiringi gemetar jiwa sambil mengumandangkan suara lirih pengantar jenazah ibuku yang di usung menuju pemakaman. Di hiasi isak tangis dan cucuran air mata yang tak mampu kuhentikan karena sedih yang teramat sangat aku tetap memanggil ibuku yang bersemayam di dalam keranda tertutupi kain berwarna hijau dan bertuliskan serangkaian ayat-ayat yang menambah kesedihanku. Aku hanya mampu menatap kepergiannya. Terbayang di benakku seluruh jasa beliau tak sempat aku membalasnya karena kelalaianku. Aku merasa terlalu banyak kesalahan yang ku torehkan menyakiti hati dan perasaan ibuku.
Takdir tak bisa di cegah, kini telah tiba saatnya sebuah perpisahan dengan seseorang yang paling aku sayangi di dunia ini. Kebaikannya melebihi semua orang yang pernah aku sayangi. Kasih sayangnya melebihi semua orang yang pernah aku cintai. Ia adalah segala-galanya bagiku. Senyumnya, tawanya, kasih sayangnya seakan mampu menggugurkan semua bintang bertekuk di hadapannya. Tak bisa kulupakan senyumnya, bahkan kejengkelannya sekalipun ketika aku melakukan kesalahan yang membuat hati dan perasaannya terluka, beliau mampu meredam tetap dengan senyum tersungging di bibirnya. Maafkan kesalahanku IBU…..!
Keesokan hari aku berlari kecil tanpa menengok kiri dan kanan, meratap, menangis merangkai kesedihan yang tak kunjung reda bermaksud menemui nisan ibuku yang hanya tampak terbujur memerah dengan gundukan tanah. Aku memeluk nisan ibuku. Pipiku yang dilumuri cucuran bening kuletakkan di atas gundukan tanah merah yang terasa hangat. Terbujur kaku. Tak kuasa rintihanku menggelegar hingga menjadi sebuah tangisan yang menggema di sekitarku. Aku menangis dengan segala kepiluan.
Tak henti-hentinya aku menyebut nama IBU….!
”Ibu! Malam ini Engkau sendirian terbaring dalam kegelapan kubur, tanpa lampu penerangan dan penghibur. Jika malam kemarin aku masih bisa menyalakan penerangan untuk ibu dan masih bisa menghibur ibu, malam ini di tengah kegelapan yang tak ada sinar setitikpun siapakah yang menerangi ibu dan siapa pula yang menghibur ibu?”
”Ibu! Malam ini Engkau sendirian tanpa tempat tidur yang empuk dan tanpa selimut yang tebal hanyalah sehelai kain putih dan beralaskan sekepal tanah merah, pasti engkau kedinginan. Bila malam kemarin aku menyediakan tempat tidur dan menyiapkan selimut tebal, siapakah malam ini yang menyiapkan semuanya untuk mengusir rasa dingin di tengah tempat tidur yang sempit dalam kesendirian ini?”
“Ibu! Malam ini Engkau sendirian hanya ditemani suara jengkrik dan gesek dedaunan pohonan yang bergoyang. Bila malam kemarin Engkau masih bisa memanggilku dan aku masih bisa menjawab suara lembut ibu, siapakah yang Engkau panggil dan siapa yang menjawab panggilan lembut ibu?”
Tiba-tiba sentuhan tangan mengagetkanku dari belakang. Ayahku telah mendengar semua rintihanku bersama linangan air mata yang membias dari kesedihan kami. Hanya beliau mampu menyembunyikan rasa sedih yang membaluti jiwa kami semua. Sedang aku hanyalah satu sosok jiwa yang teramat rapuh. Mudah terhanyut dalam kesedihan.
Serangkaian kata terucap dari dari ayahku mengajari segala tentang kematian
“Anakku!
Biarkan ibumu lebih dulu menghadapNya dan kita pasti akan menyusulnya, tetapi entah kapan. Kita hanyalah bisa mendoakan semoga beliau mendapat tempat yang terindah di sisinya….. amin
Kemarin kita telah meletakkan tubuh ibumu yang segar bugar, kita hanyalah bisa mendo’akan semoga hari ini tubuh beliau masih segar bugar.
Orang-orang alim mengatakan bahwa semua hamba besok ditanya tentang imannya. Diantara mereka ada yang bisa menjawab dan ada pula yang hanya membisu. Kita hanyalah bisa mendo’kan semoga beliau bisa menjawabnya.
Orang shaleh mengatakan kuburan itu bisa di buat menjadi luas atau sempit. Dan kuburan itu katanya merupakan secuil taman dari taman surga tetapi bisa juga merupakan sebuah lubang dari lubang neraka. Semoga beliau mendapati taman dari taman surga.
Orang shaleh mengatakan liang kubur bisa menghangati mayat dengan memeluknya seperti kehangatan pelukan ibu terhadap anaknya, tetapi bisa juga merupakan lilitan erat yang meremukkan tulang-tulang. Kita hanya bisa berdo’a, semoga kubur beliau menjadi luas dan hangat.
Kemarin kita memanggilnya, beliau selalu menjawab tetapi kini kita panggil-panggil tak lagi mau menjawab. Kini beliau telah berpisah dengan kita dan tak akan berjumpa sampai hari kiamat. Semoga Allah tak menghalangi perjumpaan kita dengan beliau...kelak
Amin………………………………………………………………."
Aku berusaha meredakan tangisku dan memeluk ayahku. Kami terhanyut dalam suasana haru di tengah banjirnya air mata.
Aku mencoba memulai hidup tanpa kehadiran kasih sayang seseorang yang paling aku sayangi. Aku hanya menjalani segalanya karena semua yang ada di dunia ini adalah sebuah hadiah kehidupan yang harus aku terima meski terbuai dalam kepiluan yang teramat dalam.
Hidup bukan awal dari suatu kehidupan tetapi adalah sebuah awal perjuangan yang sangat singkat
Mati bukan akhir dari suatu kehidupan tetapi adalah sebuah awal dari perjalanan yang sangat panjaaaaang.....
0 komentar:
Posting Komentar
koment :