 Ketika Islam telah memiliki pengaruh yang sedemikian kuat dan  disegani, dan ketika para raja-raja di Romawi bergelimang harta, maka  Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam masih saja tidur beralaskan tikar  di rumahnya yang sederhana.
Ketika Islam telah memiliki pengaruh yang sedemikian kuat dan  disegani, dan ketika para raja-raja di Romawi bergelimang harta, maka  Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam masih saja tidur beralaskan tikar  di rumahnya yang sederhana. 
Kalau ada pakaian yang koyak, Rasulullah  menambalnya sendiri, tidak menyuruh isterinya. Beliau juga memerah  sendiri susu kambing, untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual.
Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan yang siap  untuk dimakan, sambil tersenyum Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam  menyingsing lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur. Sayidatina  ‘Aisyah menceritakan: ”Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu  membantu urusan rumah tangga.”
Pernah Rasululloh pulang lebih pagi dari biasanya, selepas subuh di  mesjid. Tentulah Rasululloh amat lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya  tiada apa pun yang ada untuk sarapan. Yang mentah pun tidak ada karena  Sayidatina ‘Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya, “Belum ada  sarapan ya Khumaira?” (Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina  ‘Aisyah yang berarti ‘Wahai yang kemerah-merahan’). Aisyah menjawab  dengan agak serba salah, “Belum ada apa-apa wahai Rasulullah.”  Rasulullah lantas berkata, ”Kalau begitu aku puasa saja hari ini.” tanpa  sedikit tergambar rasa kesal di wajahnya. Ini sesuai dengan sabda  beliau, “sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut  terhadap isterinya.” Prihatin, sabar dan tawadhu’nya Nabi Shalallahu  ‘Alaihi Wasallam sebagai kepala keluarga.
Pada suatu ketika Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjadi imam  solat. Dilihat oleh para sahabat, pergerakan Muhammad Shalallahu ‘Alaihi  Wasallam antara satu rukun ke satu rukun yang lain amat sukar sekali.  Dan mereka mendengar bunyi menggerutup seolah-olah sendi-sendi pada  tubuh baginda yang mulia itu bergeser antara satu sama lain. Sayidina  Umar yang tidak tahan melihat keadaan Rasululloh itu langsung bertanya  setelah selesai sholat :
“Ya Rasululloh, kami melihat seolah-olah tuan menanggung penderitaan  yang amat berat, tuan sakitkah ya Rasululloh?”
“Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat dan segar”
“Ya Rasululloh… mengapa setiap kali tuan menggerakkan tubuh, kami  mendengar seolah-olah sendi bergesekan di tubuh tuan? Kami yakin engkau  sedang sakit…” desak Umar penuh cemas.
Akhirnya Rasululloh mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut.  Perut Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang kempis, kelihatan  dililiti sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar.  Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali  bergeraknya tubuh Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.
“Ya Rasulullah! Adakah bila tuan menyatakan lapar dan tidak punya  makanan, kami tidak akan mendapatkannya buat tuan?”
Lalu baginda menjawab dengan lembut,
”Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi  Rasulmu. Tetapi apakah akan aku jawab di hadapan ALLAH nanti, apabila  aku sebagai pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?” “Biarlah kelaparan  ini sebagai hadiah ALLAH buatku, agar umatku kelak tidak ada yang  kelaparan di dunia ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat  kelak.”
Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah tanpa rasa  canggung sedikitpun makan di sebelah seorang tua yang penuh kudis,  miskin dan kotor.
Hanya diam dan bersabar bila kain rida’nya direntap dengan kasar  oleh seorang Arab Badwi hingga berbekas merah di lehernya. Dan dengan  penuh rasa kehambaan baginda membasuh tempat yang dikencingi si Badwi di  dalam masjid sebelum menegur dengan lembut perbuatan itu. Kecintaannya  yang tinggi terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasa kehambaan dalam  diri Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menolak sama sekali rasa  ketuanan.
Seolah-olah anugerah kemuliaan dari Allah tidak dijadikan sebab  untuk merasa lebih dari yang lain, ketika di depan umum maupun dalam  keseorangan.
Ketika pintu Syurga telah terbuka, seluas-luasnya untuk Rasululloh,  masih saja beliau berdiri di tengah-tengah sepinya malam hari,  terus-menerus beribadah, hingga pernah baginda terjatuh, lantaran  kakinya sudah bengkak-bengkak. Fisiknya sudah tidak mampu menanggung  kemauan jiwanya yang tinggi. Hingga ditanya oleh Sayidatina ‘Aisyah,
“Ya Rasululloh, bukankah engkau telah dijamin Syurga? Mengapa engkau  masih bersusah payah begini?”
Jawab baginda dengan lunak,
“Ya ‘Aisyah, bukankah aku ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya aku  ingin menjadi hamba-Nya yang bersyukur.”
Ketika ajalnya dekat menjelang, Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi  Wasallam masih sempat-sempatnya memikirkan umatnya. Ketika Jibril yang  mendampinginya berkata, “Semua syurga terbuka lebar menanti  kedatanganmu, wahai Rasul Alloh”. Tapi itu ternyata tidak membuat  Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang  mendengar khabar ini?”, tanya Jibril lagi. “Khabarkan kepadaku bagaimana  nasib umatku kelak?”, tanya Rasululloh seolah tak tega meninggalkan  kita semua (umatnya) tanpa kepastian dibebaskannya umatnya dari api  neraka.
Detik-detik ajal semakin dekat, saatnya Malaikatul Maut melakukan  tugas. Perlahan ruh Rasululloh ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasululloh  bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit  sakaratul maut ini.” Perlahan Rasululloh mengaduh. Fatimah terpejam, Ali  yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.  “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” tanya  Rasululloh pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup,  melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian  terdengar Rasululloh mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi,  “Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini  kepadaku, jangan pada umatku.”
Demikian sayangnya Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam  kepada kita sebagai umatnya, hingga di detik-detik terakhir ajal beliau  masih berdoa bagi kebaikan umatnya.
 
0 komentar:
Posting Komentar
koment :