
Pendidikan itu bukan sekolah, bukan pondok pesantren, bukan pula  perguruan tinggi, apa lagi lembaga-lembaga kursus! Melembaganya  pendidikan ke dalam bentuk-bentuk di atas di satu sisi memang tampak  memudahkan, karena menimbulkan kepercayaan masyarakat bahwa ada  pihak-pihak atau tempat-tempat tertentu yang diharapkan bisa mendidik  (baca: mengajar) masyarakat di usia-usia belajar mereka, termasuk bisa  juga disalahkan manakala timbul permasalahan di usia-usia belajar  mereka. 
Dari sisi ini tampak sekali, bahwa “pendidikan sebagai produk  masyarakat” lebih dominan ketimbang “masyarakat sebagai produk  pendidikan”. Masyarakat telah lebih dahulu mendifinisikan, bahwa:  Pendidikan itu adalah lembaga pendidikan yang mendidik (-nyatanya hanya  mengajar-) di usia-usia belajar mereka, 6-3-3-6 th dst. Masyarakat telah  lebih dahulu mendisain masa depannya dan meciptakan sistim  pendidikannya untuk itu. Tepatnya, bisa dikatakan, bahwa pendidikan  adalah cermin sistem sosial, di mana ia diselenggarakan di dalam  sekaligus demi cita-cita sistem tersebut.
Padahal pendidikan adalah sebuah proses mengambil, menyerap, dan  mengamalkan ilmu. Cakupannya meliputi ketrampilan, penghayatan, dan  penalaran. Dan karena kebutuhan manusia akan ilmu itu tidak terbatas,  bahkan sebanyak tarikan nafasnya kata Imam Ahmad, maka tentu  saja waktu dan tempat pendidikan pun tak terbatas. Dan karenanya proses  tersebut tidak bisa semata menjadi tanggung jawab sekolah. Rumah tangga,  tempat rekreasi, kantor, pabrik, bahkan pasar semua adalah lembaga  pendidikan.
Tentu saja keluarga atau rumah tangga merupakan lembaga  pendidikan pertama dan utama. Dari sanalah segalanya bermula. Oleh  karenanya para orang tua harus bisa meletakkan landasan dari mana kelak  anak-anaknya menatap dunia dan memasuki masa-masa pendidikan yang tiada  ujungnya. Apa itu pendidikan bagi mereka, apa artinya bagi kehidupan,  serta bagaimana mereka menyikapi dan menjalaninya, semua bermula di  sini.
Pertama: Orang tua harus berupaya agar anak menyadari keutamaan  ilmu, pendidikan, dan perlunya belajar, serta dapat menghargai segala  aspek yang bekaitan dengan ketiganya tadi. Rasa hormat dan penghargaan  kepada ilmu akan memberikan dampak yang sangat luas di dalam kehidupan  anak tersebut kelak. Dia akan bersungguh-sungguh belajar, dia akan  terlatih mengakui dan menghormati orang-orang yang lebih pandai dari  padanya. Dia tidak akan rela mengorbankan ilmunya demi kepentingan yang  akan merusak kecintaan dan penghargaannya terhadap ilmu, dalam keadaan  apapun. Mudahnya seseorang menyelewengkan pengetahuannya, antara lain  disebabkan sikap moral yang tidak menghargai ilmu. Berbohong atau  menghalalkan kebohongan demi mencapai maksud, antara lain juga bermula  dari perkara ini.
Ke-dua: Orang tua harus berupaya agar anak mampu menyadari dan  mengembangkan kemampuan Keterampilan, Penghayatan dan Penalaran-nya  sesuai dengan tingkat perkembangan umurnya. Keterampilan berkaitan  dengan kemampuan motorik dan teratasinya hambatan-hambatan motorik di  mana seorang anak mampu mengontrol secara sempurna gerakan anggota  tubuhnya. Hambatan-hambatan motorik dapat menjadi sebab timbulnya rasa  kurang percaya diri pada anak Penghayatan berkaitan dengan perasaan  senang, cinta, benci, takut, marah, dan kasihan. Penghayatan juga  berkaitan dengan citarasa, selera, dan rasa keindahan. Melalui inilah  tumbuh sikap, jujur, berani, bertanggungjawab, santun, sabar, simpati,  serta ingin menolong dan ingin berbagi. Tumbuhnya sikap berpihak dan  anti terhadap sesuatu atau seseorang juga datang dari sisi ini. Dan anak  memerlukan bimbingan dan pengarahan agar dapat dengan tepat  mengekspresikan perasaannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Penalaran  berkaitan dengan kemampuan berpikir secara logis dan konsisten serta  memahami sebab akibat Ketiga kemampuan ini (Keterampilan, Penghayatan,  dan Penalaran) harus berkembang secara proposional sesuai dengan  bertambahnya umur. Jika tidak, maka akan tumbuh pribadi yang tidak  seimbang. Sebagai contoh; anak yang kelewat berani tanpa pertimbangan,  anak yang kelewat penakut, atau anak yang kurang percaya diri, misalnya.  Tahukah anda, bahwa sifat licik itu merupakan kombinasi cerdas dengan  malas.
Ke-tiga : Orang Tua harus berupaya agar anak mampu melaksanakan  perintah ALLAH dan menjadikan hal itu sebagai  jalan untuk memahami Kehendak dan Ketentuan ALLAH Subhaanahu  wa ta’alaa. Dan kemampuan melaksanakan perintah ALLAH  ini dicapai melalui latihan dan pembiasaan. Kebiasaanlah yang kemudian  akan membentuk pola berpikir, sehingga anak tahu untuk apa ALLAH menciptakannya, apa manfa’at dari  perintah-larangan ALLAH bagi dirinya, serta  apa yang harus didahulukan dan dibelakangkan di dalam menjalani  kehidupan ini. Pendidikan ini berlangsung mengikuti ritme dan aktifitas  kehidupannya sehari-hari. Wudlu, sholat, berdo’a, belajar membaca dan  menghafal Al Qur’an, mendengarkan Hadits-Hadits, serta terbiasa mengenal  perintah dan larangan atau perkara halal-haram yang disampaikan secara  tepat dan proporsionil sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian anak.
Sumber: http://rumahbelajaribnuabbas.wordpress.com/2008/06/18/dasar-dasar-pendidikan-bagi-anak/
0 komentar:
Posting Komentar
koment :