Wanita berkhitan? mungkin itu lontaran pertama yang terucap setelah melihat judul tulisan ini. Lalu timbul beragam pertanyaan lain yang menyusul dengan diiringi komentar bernada sumbang atau mungkin melecehkan bahkan serta merta menolaknya.
Benarlah apa yang dikabarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa islam ini akan menjadi asing.
Mengapa islam ini akan menjadi asing? Jawabnya mudah: Karena manusia semakin jauh meninggalkan agamanya, mereka tidak mengenal syariat islam ini, tidak mengerti makna syahadat dan konsekuensinya, tata cara wudhu’, shalat, apalagi khitan bagi wanita. Sunnah yang lama terlupakan dan terabaikan. Kecuali orang yang dirahmati oleh Allah Ta’ala.
Khitan adalah fitrah manusia, demikianlah sabda rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Khitan merupakan syariat islam yang mulia. Rasulullah bersabda kepada Ummu ‘Athiyah, اِحْفِظِيْ وَلاَ تَنْهِكِيْ فَإِنَّهُ أَنْظَرُ لِلْوَجْهِ وَأَحْظَى لِلزَّوْجِ
“khitanlah, jangan terlalu banyak, sesungguhnya itu lebih mencerahkan wajah dan menyenangkan suami”. (HR. Abu Dawud, Al Hakim, Ibnu ‘Adi, Al Khatib Al Baghdadi).
Hadits ini menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan. Pada masa salaf as- salih khitan bagi wanita sudah populer, tidak seperti sangkaan sementara orang-orang yang tidak mengerti atsar-atsar mereka. demikian kata Al- Muhaddits Al Albani Rahimahullah. salah satunya yaitu,
-Dari Umi Muhajir Hadits ini menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan. Pada masa salaf as- salih khitan bagi wanita sudah populer, tidak seperti sangkaan sementara orang-orang yang tidak mengerti atsar-atsar mereka. demikian kata Al- Muhaddits Al Albani Rahimahullah. salah satunya yaitu,
سُبِيْتُ وَجَوَارِيَ مِنَ الرُّوْمِ فَعَرَضَ عَلَيْنَا عُثْمَانُ اْلإِسْلاَمَ فَلَمْ يُسْلِمْ غَيْرِيْ وَغَيْر أَخْرَى فَقَالَ أَخْفِضُوْهُمَا وَطَهِّرُوْا هُمَا فَكُنْتُ أَخْدُمُ عُثْمَانَ
“saya dan budak-budak saya tertawan. Lalu Utsman menawarkan (masuk) ialam kepada kami, di antara kami tidak ada yang masuk islam kecuali saya dan Akhra, maka Utsman berkata;”Khitan keduanya dan sucukan! Lalu saya berhidmat kepada Utsman. (HR. Imam Bukhari).
HUKUM KHITAN
Para fukoha’ berbeda pendapat tentang hukum khitan. Imam malik, syafi’I dan imam ahmad mewajibkannya. Imam ahmad dalam suatu riwayat darinya mengatakan: “bahwa khitan bagi wanita adalah sunnah”. Abu hanifah mengatakan: “khitan tidak wajib tetapi sunnah”.
Pengarang kitab ahkamul maulud, Salim Ali Rasyid Dan Muhammad Kholifah munguatkan pendapat yang mewajibkan. Mereka mengatakan: “Pendapat yang rajih (kuat), khitan adalah wajib”.
HUKUM KHITAN
Para fukoha’ berbeda pendapat tentang hukum khitan. Imam malik, syafi’I dan imam ahmad mewajibkannya. Imam ahmad dalam suatu riwayat darinya mengatakan: “bahwa khitan bagi wanita adalah sunnah”. Abu hanifah mengatakan: “khitan tidak wajib tetapi sunnah”.
Pengarang kitab ahkamul maulud, Salim Ali Rasyid Dan Muhammad Kholifah munguatkan pendapat yang mewajibkan. Mereka mengatakan: “Pendapat yang rajih (kuat), khitan adalah wajib”.
Syeh Al Albani rahimahullah berkata dalam Tamamul Minnah: “Adapun hukum khitan menurut pendapat kami, yang rajih adalah wajib. Dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama’ seperti Malik, As Syafi’i, Ahmad dan pendapat yang di pilih oleh Ibnul Qoyim, beliau memaparkan limabelas sisi pengambilan dalil (istidlal) wajibnya khitan”.
Ibnu Haj berkata dalam al madkhal 3/396: “Telah diperselisihkan tentang khitan wanita, apakah semua wanita dikhitan, atau dibedakan antara penduduk belahan timur dan barat. Penduduk belahan timur diperintahkan untuk khian karena keutamaan yang melekat pada mereka pada mula penciptaannya, sedang peduduk belahan barat tidak di perintahkan karenatidak ada keutamaan tadi. Ini adalah pendapat yang rajih jika dilihat dari segi sebab”.( Ahkamul Maulud hal. 106-107).
CARA KHITAN
Pengarang Tukhfatul Ahwadhi, Al Allamah Al Mubarakfuri, berkata; “Yang dimaksuk dengan khitanan (الختانان) adalah khitan bagi laki-laki dan perempuan, bagi laki-laki (dengan cara) memotang kulit yang terdapat pada (yang menutupi) ujung dzakar, sedang bagi perempuan (dengan Cara) memotong kulit pada ujung farjinya yang serupa dengan benjolan kecil atau jengger ayam. (1/108 hal 305). Lihat juga Aunul Ma’bud 7/122.
WAKTU KHITAN
Adapun waktu khitan diterangkan dalam beberapa hadits berikut:
Ibnu Haj berkata dalam al madkhal 3/396: “Telah diperselisihkan tentang khitan wanita, apakah semua wanita dikhitan, atau dibedakan antara penduduk belahan timur dan barat. Penduduk belahan timur diperintahkan untuk khian karena keutamaan yang melekat pada mereka pada mula penciptaannya, sedang peduduk belahan barat tidak di perintahkan karenatidak ada keutamaan tadi. Ini adalah pendapat yang rajih jika dilihat dari segi sebab”.( Ahkamul Maulud hal. 106-107).
CARA KHITAN
Pengarang Tukhfatul Ahwadhi, Al Allamah Al Mubarakfuri, berkata; “Yang dimaksuk dengan khitanan (الختانان) adalah khitan bagi laki-laki dan perempuan, bagi laki-laki (dengan cara) memotang kulit yang terdapat pada (yang menutupi) ujung dzakar, sedang bagi perempuan (dengan Cara) memotong kulit pada ujung farjinya yang serupa dengan benjolan kecil atau jengger ayam. (1/108 hal 305). Lihat juga Aunul Ma’bud 7/122.
WAKTU KHITAN
Adapun waktu khitan diterangkan dalam beberapa hadits berikut:
أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ وَخَتَنَهُمَا لِسَبْعَةِ أَيَّامٍ
“Rasulullah beraqiqoh untuk hasan dan husain, dan mengkhitan keduanya pada hari ketujuh. (HR. ibnu ‘Adi, At thabrani dan Al Baihaqi). Hadits dhaif.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: سَبْعَةٌ مِنَ السُّنَّةِ فِي الصَِّبيِّ يَوْمَ السَّابِعِ: يُسَمَّى وَيُخْتَنُ .....الحديث
“dari Ibnu Abbas berkata: “Tujuh hal yang termasuk sunnah bagi bayi pada hari ketujuh adalah diberi nama dan dikhitan……(HR. Al Ausath dan At thabrani). Menurut Ibnu Hajar sanadnya lemmah.
Hadits ini dhaif. Untuk mengetahui takhrij kedua hadits di atas secara gamblang baca Ahkamul Maulud hal. 109-110 dan juga Tamamul Minnah hal. 67-68. menurut Syeh Al Bani bahwa hadits yang satu dapat menguatkan hadits yang lain. Karena sumber hadits tersebut berbeda dan pada sanadnya tidak ada rawi yan gdi tuduh sebagai pendusta.
Sedangkan batas akhir khitan adalah sebelum baligh. Ibnul Qoyim berkata: ”Wali (orang tua) tidak boleh membiarkan anak tidak berkhitan hingga melewati baligh.” (Tamamul Minnah hal. 68-69).
Hal ini di tunjukkan pula ole riwayat Ibnu Abbas; bahwa ketika Rasulullah wafat Ibnu Abbas seusia anak masa khitan. Dan para sahabat tidak membiarkan seseorang hingga melewati baligh. Atsar ini dikeluarkan Imam Bukhari11/90 dalam Fatkhul Bari dan hkamul Maulud hal. 112.
WALIMAH KHITAN
Walimatul khitan tidak disyariatkan, karena tiadanya dalil, bahkan dari Utsman Bin Abil ’Ash yang mengingkarinya.
دُعِيَ عُثْمَانُ بْنِ أَبِي الْعَاصِ إِلَى خِتَانٍ فَأَبَى أَنْ يُجِيْبَ فَقِيْلَ لَهُ فَقَالَ: إِنَّا كُنَّا لاَنَأْتِي الْخِتَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّىاللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلاَ يُدْعَى إِلَيْهِ
“Utsman Bin Abil ’Ash diundang ke (perhelatan) khitan, dia enggan untuk datang, lalu dia diundang sekali lagi, maka dia berkata: “Sesunggunya kami dahulu pada Rarulullah tidak mendatangi khitan dan tidak pula diundang.”
Meskipun atsar ini dari sisi sanad tidak shahih, tetapi ini merupakan pokok, yaitu tidak adanya walimah khitan. Karena khitan merupakan hukum syar’i. Maka setiap amalan yang ditambahkan kepadanya harus ada dalilnya dari Al Qur’an atau As Sunnah. Dan walimah ini merupakan amalan yang disandarkan dan dikaitkan dengan khitan, maka membutuhkan dalil untuk membolehkannya. Allahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar
koment :